Jumat, 13 Februari 2009

Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar

Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar

Abstract: Guru sekolah dasar setahap demi setahap harus makin profesional. Tujuan akhir peningkatan kemampuan profesional guru adalah bertumbuhkembangnya profesionalisme. Karena itu, peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan profesional dan sekaligus pembinaan komitmennya. Peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan tugas belajar, dan pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya.

Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah dasar, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar perlu dilakukan secara kontinu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.

Kedua, ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan kemampuan professional guru merupakan hak setiap guru. Artinya setiap pegawai berhak mendapatkan pembinaan secara kontinu, apakah dalam bentuk supervisi, studi banding, tugas belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Demikian pula, guru sekolah dasar berhak mendapatkan pembinaan. Guru sekolah dasar swasta berhak mendapatkan pembinaan professional dari yayasan, sedangkan guru sekolah dasar negeri berhak mendapat pembinaan professional dari departemen atau dinas yang berwenang. Oleh karena pembinaan itu merupakan hak setiap pegawai di sekolah dasar, maka peningkatan kemampuan professional guru juga dapat dianggap sebagai pemenuhan hak. Pemenuhan hak tersebut, bilamana dapat dilakukan sebaik-baiknya, guru sekolah dasar tidak hanya semakin mampu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, melainkan juga semakin puas, memiliki moral atau semangat kerja yang tinggi dan disiplin.

Ketiga, ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah dasar yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru mengandung resiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung resiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan dilaksanakan secara professional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh jaringan listrik dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secara kontinu. Di sinilah pentingnya peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar dalam rangka keselamatan kerja mereka.

Keempat, peningkatan kemampuan professional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah di sekolah dasar. Sebagaimana ditegaskan di muka, bahwa salah satu ciri implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah kemandirian dari seluruh stakeholder sekolah dasar, salah satunya dari guru. Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan professional kepada dirinya.

PENGERTIAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU

Secara sederhana peningkatan kemampuan professional guru bisa diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. Kematangan, kemampuan mengelola sendiri, pemenuhan kualifikasi, merupakan ciriciri profesionalisme. Oleh karena itu, pengingkatan kemampuan professional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional.

PRINSIP-PRINSIP PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU

Konsisten dengan penjelasan di atas, ada dua prinsip mendasar berkenaan dengan aktivitas peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar.

Pertama, peningkatan kemampuan propesional guru itu merupakan upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional, jadi peningkatan kemampuan professional guru itu merupakan bantuan professional. Di satu sisi, bantuan professional berarti sekedar bantuan, sehingga yang seharusnya lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan adalah guru itu sendiri, artinya guru itu sendiri yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Demikian pula dalam hal bantuan yang diperlukan tergantung pada permintaan pegawai itu sendiri. Walaupun sekedar bantuan, yang berwenang harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut secara professional. Itulah yang disebut dengan bantuan profesional. Di sisi lain bantuan profesional berarti tujuan akhirnya adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai.

Kedua, Peningkatan kemampuan profesional guru tidak benar bilamana hanya diarahkan kepada pembinaan kemampuan pegawai. Prinsip dasar kedua tersebut didasarkan pada prinsip pertama di atas bahwa tujuan akhir pembinaan pegawai adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai. Menurut Glickman (1981), guru yang profesional memiliki dua ciri, yaitu tingkat abstraksi (kemampuan) yang tinggi dan tingkat komitmen yang tinggi. Oleh karena itu pembinaan pegawai di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya.

PROSES PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU

Sepintas sebenarnya dapat ditetapkan bahwa peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar dapat dikelompokan menjadi dua macam pembinaan. Pertama, pembinaan kemampuan pegawai sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi, dan tugas belajar. Kedua, Pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya. Peningkatan kemampuan profesional guru dibahas di dalam hal ini, sedangkan pembinaan komitmen atau motivasi, atau moral kerja guru dibahas di dalam bab lain, namun agar pelaksanaannya dapat efektif dan efesien, program peningkatan mutu kemampuan profesional guru di sekolah dasar sebaiknya melalui langkah-langkah yang sistematis yakni sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru kelas, dan guru mata pelajaran, (2) menetapkan program peningkatan kemampuan profesional guru yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan, kesulitan dan masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru kelas dan guru mata pelajaran, (3) merumuskan tujuan program peningkatan kemampuan profesional guru yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan. Rumusan harus operasional sehingga pencapaianya dapat dengan mudah diukur pada akhir pelaksanaan program, (4) menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (5) menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (6) menetapkan bentuk dan pengembangan instrument penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (7) menyusun dan mengalokasikan anggaran program peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (8) melaksanakan program peningkatan kemampuan profesional guru dengan materi, metode, dan media yang telah ditetapkan dan dirancang, (9) mengukur keberhasilan program peningkatan kemampuan profesional guru, dan (10) menetapkan program tindak lanjut peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran.

Sementara ini, seringkali pembinaan pegawai sekolah dasar, khususnya kepala dan guru sekolah dasar, dilakukan melalui penataran. Mereka seringkali terpaksa harus meninggalkan sekolah untuk mengikuti penataran yang diadakan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kantor Departemen Kotamadya/Kabupaten (Sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten). Padahal sebenarnya banyak sekali teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan mereka. Beberapa teknik yang dimaksud diantaranya berupa bimbingan, latihan, kursus, pendidikan formal, promosi, rotasi, jabatan, konferensi, rapat kerja, penataran, loka karya, seminar, diskusi dan studi khusus. Walaupun banyak sekali teknik yang dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan pegawai sekolah dasar penggunaannya harus dipertimbangkan sebaik-baiknya. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih teknik pengembangan peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar yaitu: (1) guru yang akan dikembangkan, (2) kemampuan guru yang akan dikembangkan, dan (3) kondisi lembaga, seperti dana, fasilitas dan orang yang bisa dilibatkan sebagai pelaksana.

PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI SUPERVISI PENDIDIKAN

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dasar dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran Pendidikan Agama, guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan guru lainnya adalah supervisi pendidikan yang dilakukan secara terus-menerus. Dilakukannya supervisi dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru sesuai dengan fungsi supervisi itu sendiri. Menurut Sergiovanni (1987), ada tiga fungsi supervisi pendidikan di sekolah, yaitu fungsi pengembangan, fungsi motivasi, dan fungsi kontrol. Dengan fungsi pengembangan berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Dengan fungsi motivasi berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat menumbuh kembangkan motivasi kerja guru. Dengan fungsi kontrol berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, memungkinkan supervisor (kepala sekolah dan pengawas TK/SD) melaksanakan kontrol terhadap pelaksanaan tugas-tugas guru.

Hakekat Supervisi Pendidikan

Secara sederhana, supervisi pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses pemberian layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan efesien. Berikut ini dikemukan beberapa definisi supervisi pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh para pakar supervisi pendidikan.

Instruktional supervision is here in defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way as to facilitate pupil learning and achieve the goals organization ( Alfonso, Firth & Neville, 1981;43) Supervision is what school personnel do with adults and things for the purpose of maintaining or changing the operation of the school in order to directly influence the attainment of major instructional goals of the school ( Harris & Bessent, 1969;11).

Berdasarkan definisi tersebut, ada tiga ciri supervisi pendidikan. Pertama, Supervisi pendidikan merupakan sebuah proses. Oleh karena merupakan proses, ada langkah-langkah yang harus ditempuh oleh kepala sekolah dasar atau pengawas TK/ SD dan Pembina lainnya dalam melaksanakan supervisi pendidikan di sekolah dasar. Langkah-langkah yang dimaksud adalah langkah-langkah supervisi pendidikan yang diuraikan secara singkat pada bab ini juga. Kedua, supervisi merupakan aktivitas membantu guru mengikatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya dalam mengelola proses belajar mengajar. Konsep ini sekaligus menunjukan bahwa pemeran utama dalam meningkatkann kemampuan guru bukan kepala sekolahnya, bukan pula pengawas TK/ SD atau pembina lainnya, melainkan guru sendiri, sedangkan kepala sekolahnya, pengawas TK/ SD dan pembina lainnya berperan sebagai pembantu. Walaupun demikian seandainya ada guru yang tidak memiliki kemauan untuk mengembangkan dirinya, maka kepala sekolah, pengaws TK/ SD atau Pembina lainnya harus mendorongnya agar berkemauan keras dalam meningkatkan kemampuannya. Ketiga, Tujuan akhir supervisi pendidikan adalah guru semakin mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila mencapai tujuan instruksional khusus. Proses pembelajaran dikatakan efisien apabila menggunakan sarana dan prasarana atau sumber daya yang efisien.

Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan

Supervisi pendidikan di sekolah dapat berfungsi untuk pengembangan, motivasi, dan kontrol apabila dilaksanakan dengan memegang teguh prinsip-prinsip tertentu sebagaimana telah banyak dikemukan oleh para pakar supervisi pendidikan atau supervisi pengajaran, seperti Alfonso (1979), Sergiovanni (1987), Daresh (1989), Glickman (1981) dan Gwynn (1961). Prinsip-prinsip yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut.

Pertama, Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusian yang harmonis, Hubungan kemanusian yang sebaiknya diciptakan adalah hubungan yang bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru melainkan juga dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi. oleh karena itu, dalam pelaksanaan supervisi di sekolah dasar, kepala sekolah, pengawas TK/ SD dan pembina lainnya harus memiliki sifat-sifat seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur konsisten, sabar, antusias dan penuh humor.

Kedua, Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan,. Supervisi pendidikan bukan tugas yang bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi pendidikan itu merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program pendidikan. Apabila guru telah berhasil mengembangkan kemampuannya tidak berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Demikian itu logis, mengingat masalah proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.

Ketiga, Supervisi pendidikan harus demokratis, Supervisi tidak boleh mendominasi aktif dan kooperatif. Kepala Sekolah dan pengawas TK/SD harus secara aktif melibatkan guru yang dibinanya. Oleh karena itu, program supervisi sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan kepala sekolah dan guru yang di supervisi dan pihak yang terkait di bawah koordinasi supervisor.

Keempat, Program supervisi pendidikan harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan program pendidikan sekolah dasar, walaupun mungkin saja ada penekan pada aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan sistem penyelenggaraan sekolah dasar sebelumnya. Kelima, supervisi pendidikan harus konstrutif. Supervisi pendidikan bukanlah mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses supervisi terdapat kegiatan penilaian untuk kerja guru dalam menjalankan tugasnya. Namun, tujuan penilainan tersebut bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk mengetahui aspek-aspek yang perlu dikembangkan.

Keenam, Supervisi pendidikan harus objektif yakni dalam menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi keberhasilan program supervisi pendidikan. Objektivitas dalam penyusunan program supervisi berarti bahwa program supervisi harus berdasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesionalisme pegawai SD. Evaluasi keberhasilan program supervisi pendidikan juga harus objektif.

Teknik-teknik Supervisi Pendidikan

Menurut Gwynn (1961), teknik supervisi itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik perorangan (individual devices) dan teknik kelompok (group devices). Teknik supervisi individual adalah semua teknik yang digunakan dalam memberikan supervisi terhadap guru secara perorangan. Menurut Gwynn, teknik-teknik supervisi yang tergolong sebagai teknik supervisi individual meliputi kunjungan kelas, percakapan pribadi, kunjungan antar kelas, dan penilaian diri sendiri. Uraian singkat dan garis besar keempat teknik tersebut dipapar berikut ini.

Kunjungan Kelas. Sebagai teknik supervisi perorangan pertama adalah kunjungan kelas (classroom visitation). Kunjungan kelas bisa dilakukan oleh kepala sekolah dasar, pengawas TK/SD, atau pembina lainnya dengan cara masuk atau mengunjungi kelas-kelas tertentu untuk melihat guru yang sedang mengelola proses pembelajaran. Begitu melihat adanya guru yang mengalami kesulitan, kepala sekolah dasar, pengawas TK/SD atau Pembina lainnya bisa membantunya. Kunjungan kelas tersebut bisa dengan cara terlebih dahulu memberitahukan guru yang kelasnya akan dikunjungi, sehingga guru yang bersangkutan bisa mempersiapkan terlebih dahulu. Namun, bisa juga kunjungan kelas tersebut dilakukan dengan tanpa terlebih dahulu memberitahu guru yang bersangkutan.

Percakapan Pribadi. Percakapan pribadi bisa berupa percakapan secara peroranagan antara supervisor dengan guru. Di sekolah dasar percapakapan pribadi itu bisa berupa percakapan antara kepala sekolah dengan guru mata pelajaran pendidikan Agama atau pengawas TK/ SD dengan guru kelas VI. ada beberapa macam percakapan pribadi yang dapat dibudayakan di sekolah dasar dalam rangka pembinaan profesionalime guru di sekolah. Pertama, percakapan pribadi setelah kunjungan. Begitu kepala sekolah dan pengawas TK/SD telah selesai melakukan pengamatan terhadap guru kelas VI yang sedang mengelola proses pembelajaran, pengawas tersebut mengadakan percakapan pribadi dengan guru yang telah diobservasi dalam rangka membicarakan apa yang telah diamati. Kedua, Percakapan pribadi seharihari yang disebut juga percakapan informal. Beberapa contoh percakapan seharihari adalah percakapan yang seringkali terjadi pada saat-saat sebelum mengajar, waktu istirahat, atau saat perjalanan pulang antara kepala sekolah dengan guru.

Kunjungan Antar Kelas. Kunjungan antar kelas adalah kegiatan saling mengunjungi antara guru yang satu dengan guru yang lainnya. Dalam hal ini, kepala sekolah dapat mendorong seorang guru kelas I, misalnya; untuk mengunjungi guru kelas IV. Bisa juga antar sekolah, di mana kepala sekolah mendorong guru kelas III untuk mengunjungi atau melihat guru kelas III sekolah terdekat dalam mengajar.

Penilaian Sendiri. Sebagi teknik supervisi perorangan yang ke empat adalah menilai diri sendiri (self evaluation). Dengan teknik ini berarti kepala sekolah dasar atau pengawas TK/SD memberikan supervisi kepada guru dengan cara menyarankan guru tersebut melakukan penilaian terhadap diri sendiri. Dengan melakukan penilaian terhadap diri sendiri diharapkan guru melihat keterbatasan dirinya dan berusaha mengatasinya. Tugas kepala sekolah dan pengawas TK/ SD adalah menyiapkan instrumen penilaian diri sendiri yang dapat digunakan guru.

Teknik supervisi kelompok adalah semua teknik supervisi yang digunakan dalam memberikan supervisi kepada guru secara berkelompok. Menurut Gwynn (1961) ada beberapa teknik supervisi secara kelompok yaitu kepanitian, mengikuti kursus, laboratorium kurikulum, bacaan terpimpin, demonstrasi pembelajaran, perjalanan staf, kuliah, diskusi panel, perpustakaan profesional, buletin supervisi, pertemuan guru, lokakarya. Aplikasi keseluruhan teknik tersebut di sekolah dasar secara singkat diuraikan berikut ini.

Kepanitiaan, yaitu dengan mengikutsertakan guru sekolah dasar sebagai panitia kegiatan yang diadakan sekolah dasar. Dengan sering kali ikut serta dalam kepanitiaan, mereka dalam meningkatkan wawasannya, mengembangkan ketrampilannya dalam bekerja sama dengan orang lain atau kerja kelompok (team work). Demikian pula dengan ikut serta dalam kepanitiaan, mereka dapat mengembangkan sikap, menerima menghargai pendapat dan karya orang lain. Dengan demikian, kemampuan, ketrampilan, dan sikap mereka tumbuh dengan berkembang.

Kursus, yaitu dengan memberikan kesempatan, menyarankan atau memerintahkan kepada guru sekolah dasar agar mengikuti kursus yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam menjalankan tugas.

Laboratorium kurikulum, yaitu dengan menyelenggarakan laboratorium yang dapat dijadikan kegiatan bagi guru sekolah dasar untuk memperoleh bermacam-macam bahan pembelajaran, gambar dan berlatih rancang dan menggunakan metode dan media pembelajaran dalam upaya mengembangkan wawasan dan ketrampilan mengelola kegiatan pembelajaran bagi anak.

Bacaan terpimpin, yaitu dengan memberikan sebuah atau beberapa buku kepada guru sekolah dasar agar dibaca secara seksama. Misalnya saja ada seorang guru yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan kisikisi soal sumatif. Kepala Sekolah Dasar atau Pengawas TK/SD bisa menunjukan buku tertentu yang menguraikan tektik-teknik pengembangan kisikisi soal sumatif agar dibaca oleh guru yang bersangkutan. Setelah membaca mereka diminta membuat rangkuman atau laporan kepada kepala sekolah dasar atau pengawas TK/SD. apabila ada isi buku yang tidak dipahami guru bisa menanyakan kepada pengawas TK/ SD.

Demonstrasi pembelajaran, yaitu dengan cara menunjukan cara mengelola pembelajaran yang baik. Misalnya ada seorang guru kelas V yang mengalami kesulitan media tertentu. Kepala sekolah dasar atau pengawas TK/SD dapat mendemonstrasikan teknik tersebut di depan kelas sehingga dapat dilihat dicontoh oleh guru yang bersangkutan.

Perjalanan staf, yaitu dengan cara membawa guru mengunjungi tempat tertentu, misalnya dengan cara mengajak semua guru mengunjungi sekolah dasar unggulan. Dengan kunjungan tersebut diharapkan mereka dapat melihat praktek penyelenggaraan sekolah dasar unggulan dan berusaha mencoba dilembaganya sendiri.

Diskusi panel, yaitu mengembangkan kemampuan guru melalui diskusi panel. Diskusi panel tersebut bisa diselenggarakan sendiri oleh pengawas TK/ SD, misalnya di Kecamatan A terdapat banyak sekali guru kelas rendah, yang kurang mampu dalam mengelola kelas. Pengawas TK/SD dapat menyelenggarakan diskusi panel tentang pengelolaan kelas rendah yang efektif.

Perpustakaan Profesional, yaitu dengan cara menyelenggarakan perpustakaan yang dapat dimanfaatkan guru untuk mengembangkan kemampuannya.

Organisasi profesional yaitu menyarankan guru agar mengikuti organisasi profesional, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Dengan mengikuti organisasi profesional, guru bisa saling bertukar fikiran dan pengalaman dengan guru lainnya.

Buletin supervisi, yaitu sebuah buletin yang diterbitkan supervisor sematamata untuk memberikan supervisi kepada guru, sehingga diharapkan pengetahuan guru sekolah dasar menjadi berkembang.

Sertifikasi guru, yaitu mengikutsertakan guru dalam mengikuti program sertifikasi. Misalnya di sekolah dasar swasta yang bernuansa ke Islaman terdapat guru kelas lulusan Diploma II Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Karena yang bersangkutan ditugaskan menjadi guru kelas, seharusnya yang bersangkutan berkualifikasi Diploma II PGSD. Dalam rangka itu yang bersangkutan bisa diikutsertakan dalam program sertifikasi. Tugas belajar atau kuliah dalam rangka peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar, misalnya diberi beasiswa untuk mengikuti pendidikan sarjana (S1).

Pertemuan guru, yaitu dengan cara mengikutsertakan dalam acara rapat guru sekolah dasar, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga. Di dalam lembaga biasanya berbentuk rapat supervisi yang biasa diadakan pada setiap sabtu. Sedangkan di luar lembaga berupa pertemuan yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Guru (KKG).

Beberapa Pendekatan dalam supervisi Pendidikan

Secara gari besar ada tiga pendekatan dalam supervisi pendidikan, yaitu pendekatan langsung (directive approach), pendekatan tidak langsung (non directive approach), pendekatan kolaburatif (collaborative approach).

Pendekatan langsung adalah sebuah pendekatan supervisi, dimana dalam upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/ SD dan pembina lainnya lebih besar daripada peran guru yang bersangkutan. Pendekatan tidak langsung adalah sebuah pendekatan supervisi, di mana dalam upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/SD, dan Pembina lainnya lebih kecil daripada peran guru yang bersangkutan. Pendekatan kolaburatif adalah sebuah pendekatan supervisi, dimana dalam upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/SD dan Pembina lainnya sama besarnya dengan peran guru yang bersangkutan.

Penggunaan pendekatan tersebut disesuaikan dengan dua karakeristik guru yang akan diberi supervisi, yaitu tingkat abstraksi guru (level of teacher commitment). Daya abstraksi guru bisa tinggi, sedang dan rendah. Pendekatan supervisi yang digunakan harus disesuaikan dengan tinggirendahnya daya abstraksi dan komitmen guru yang disupervisi. Guru yang memiliki daya abstraksi dan komitmen yang rendah sebaiknya disupervisi dengan pendekatan langsung. Guru yang memiliki daya abstraksi yang rendah tetapi komitmennya tinggi sebaiknya disupervisi dengan pendekatan kolabutratif. Guru yang memiliki daya abstraktif yang tinggi tetapi komitmennya rendah sebaiknya disupervisi dengan pendekatan kolaburatif. Guru yang memiliki daya abstraktif dan komitmen yang tinggi sebaiknya disupervisi dengan pendekatan tidak langsung.

Bagaimana melakukan supervisi Pendidikan?

Ada enam langkah yang sebaiknya ditempuh kepala seklolah dasar, pengawas TK/ SD, dan Pembina lainnya dalam melakukan supervisi pendidikan di sekolah dasar, yaitu (1) analisis kebutuhan supervisi (analisis kemampuan guru), (2) analisis karakteristik (daya abstaksi dan komitmen ) guru, (3) identifikasi teknik dan media supervisi yang akan digunakan, (4) persiapan pelaksanaan supervise, (5) pelaksanaan supervise, dan (6) evaluasi hasil supervisi.


PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI PROGRAM SERTIFIKASI

Dalam berbagai kunjungan ke propinsi-propinsi di Indonesia, penulis seringkali menemukan adanya guru sekolah dasar swasta yang gurugurunya belum memenuhi kualifikasi sebagai guru sekolah dasar. Mereka memang sarjana pendidikan dan memiliki gelar sarjana pendidikan (S.Pd), misalnya; Sarjana Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran. Sebenarnya mereka, walaupun telah sarjana pendidikan, tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi guru kelas sekolah dasar. Namun, karena memiliki hubungan keluarga dengan yayasan yang memiliki sekolah dasar swasta tersebut, yang bersangkutan diangkat sebagai guru kelas.

Realita lainnya yang didapat penulis dalam berbagai kunjungan ke lembagalembaga pendidikan di beberapa propinsi di Indonesia adalah terdapatnya guru kelas Madrasah Ibtidaiyah yang belum memenuhi kualifikasi normal sebagai guru kelas. Banyak ditemukan adanya guru kelas pada madrasah ibtidaiyah yang telah berkualifikasi Deploma II, namun bukan dalam bidang guru kelas Program Guru Sekolah Dasar (PGSD), melainkan dalam bidang pendidikan agama Program Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Oleh karena itu walaupun mereka itu telah lulus dari program deploma II PGMI, mereka tetap dapat dianggap belum memiliki SIM untuk menjadi guru kelas di Madrasah Ibtidaiyah.

Pembinaan bagi mereka (dalam realitas pertama dan kedua di atas) itu tidak sekedar dalam bentuk supervisi, seperti kunjungan kelas, laboratorium kurikulum, perpustakaan jabatan, dan melalui teknik supervisi lainnya, melainkan juga melalui program sertifikasi. Program sertifikasi ini, khusus bagi guru kelas madrasah ibtidaiyah mulai dicoba untuk diterapkan melalui Proyek Peningkatan Pendidikan Dasar di Jawa Barat, Sumatra Utara, Riau, Bengkulu, Sulawesi Selatan, dan Maluku dalam rangka menunjang keberhasilan program peningkatan mutu pendidikan dasar.

Tujuan dan Target akhir Program Sertifikasi


Program sertifikasi ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang berkualitas. Melalui program sertifikasi, kemampuan guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah meningkat dan memiliki kualifikasi sebagai guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Hasil yang diharapkan melalui program sertifikasi tersebut adalahtersedianya tenaga guru terdidik/terlatih pada sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang memiliki kualifikasi guru kelas dan guru bidang studi dan meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan tenaga guru pada sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah.

Kurikulum Sertifikasi

Kurikulum dan pedoman belajar mengajar yang digunakan dalam program sertifikasi ini sepenuhnya mengacu pada ketentuan yang berlaku pada program Diploma II PGSD di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk. Namun, tidak semua mata kuliah pada program Diploma II PGSD harus diikuti, sebab peserta sertifikasi ini adalah guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang sudah sarja pendidikan atau telah lulus mengikuti Program Diploma II PGMI. Menurut penulis, mata kuliah sertifikasi ini hanya berkenaan dengan pengelolaan kelas, mata pelajaran yang diebtanaskan di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. oleh karena itu, kurikulum sertifikasi ini harus disepakati bersama antara sekolah yang mengirimkan gurugurunya dengan penyelenggara sertifikasi.

.

Penyelenggara Sertifikasi

Penyelenggara pendidikan sebaiknya dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Oleh karena guru yang mengikuti program sertifikasi tersebut kemungkinan besar masih dituntut mengajar, sebaiknya LPTK yang ditunjuk sekolah sebagai penyelenggara program sertifikasi tersebut adalah LPTK yang berada di Kabupaten/ Kota di mana sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah itu berada.

Penyelenggara pendidikan ini dilaksanakan atas dasar kontrak kerjasama yang akan dilakukan antara sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah sebagai pemberi kerja dengan LPTK yang bersangkutan sebagai pelaksana kerja. Bisa jadi LPTK tidak bersedia mengembangkan program sertifikasi tersebut bilamana jumlah guru sebagai pesertanya sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut program sertifikasi ini diperuntukan bagi sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah sekecamatan atau sekabupaten/kota, sehingga kontrak kerjanya bukan antara sekolah dasar dengan LPTK, melainkan antara Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kecamatan atau Kepala Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan PKTK penyelenggara. Kontrak kerja sama tersebut akan meliputi jumlah peserta, jumlah biaya yang diperlukan, jenis-jenis materi pendidikan yang diberikan, selain mata pelajaran yang di ebtanaskan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, diberikan juga materi pengelolaan kelas, psikologi perkembangan anak, perencanaan pembelajaran dan materi lain di LPTK, dan fasilitas-fasilitas penunjang yang akan disediakan.

.

Guru Program Sertifikasi

Sebagaimana telah ditegaskan di atas bahwa program sertifikasi diperuntukkan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran sekolah dasar dan guru madrasah ibtidaiyah yang menempuh pendidikan diploma II kependidikan atau meraih gelas sarjana pendidikan, namun belum mengikuti Program Diploma II PGMI, bukan PGSD, atau guru kelas madrasah ibtidaiyah yang telah Diploma II PGMI, PGSD. Kasus tersebut banyak terjadi pada sekolah dasar swasta, seperti madrasah ibtidaiyah. Namun mereka tidak dapat begitu saja diikutsertakan dalam program sertifikasi tersebut. Menurut penulis, guru yang diikutsertakan dalam program sertifikasi ini adalah mereka yang (1) berusia tidak lebih dari 45 tahun, sehingga masih bisa diharapkan untuk mengajar dalam waktu yang cukup lama begitu lulus dari program sertifikasi, (2) telah mengajar pada sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang bersangkutan, sedikitnya lima tahun, dan telah menunjukkan dedikasi yang tinggi sebagai guru, dan (3) bersedia mengikuti peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh program.

Pelaksanaan Program Sertifikasi

Program sertifikasi merupakan salah satu bentuk pembinaan profesionalisme guru yang melibatkan banyak pihak, seperti sekolah, guru, Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota dan LPTK. Oleh karena itu, program tersebut harus diselenggarakan dengan sistematis. Langkah-langkah berikut merupakan satu contoh proses pelaksanaannya. Pertama, kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota, berdasarkan usulan dari sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, mendaftar guruguru yang diprogramkan untuk mengikuti program sertifikasi. Kedua, kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota mengirimkan namanama guru yang diikutsertakan dalam program sertifikasi guru tersebut ke LPTK tertentu yang akan ditunjuk. Ketiga, LPTK yang ditunjuk melakukan seleksi penerimaan (prosedur administratif) calon peserta program sertifikasi dan memberitahukan hasilnya kepada Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota. Keempat, peserta yang telah dinyatakan diterima harus menandatangani surat perjanjian untuk mengikuti program ini dengan baik dan sungguh-sungguh. Isi perjanjian bertujuan untuk memperoleh komitmen peserta agar melaksanakan tugasnya dengan baik, baik pada saat mengikuti pendidikan maupun setelah selesai pendidikan. Setelah selesai yang bersangkutan diwajibkan untuk menjadi guru kelas dimadrasah ibtidaiyah dan guru bidang studi madrasah ibtidaiyah minimal 6 tahun. Kelima, kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota melakukan negosiasi dengan LPTK yang bersangkutan tentang segala sesuatu yang akan dikerjakan bersama. Keenam, penandatangan kontrak yang telah disepakati akan dilaksanakan antara Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/ Kota dengan LPTK. Ketujuh, pelaksanaan program sertifikasi oleh LPTK. Kedelapan, dalam rangka pengendalian program, Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota perlu melakukan observasi secara rutin terhadap penyelenggaran sertifikasi tersebut. Kesembilan, pada akhir pelaksanaan LPTK penyelenggara sertifikasi berkewajiban melaporkan hasil kegiatannya secara tertulis kepada Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota.

Surat Tanda Tamat Pendidikan


Pada akhir pelaksanaan program sertifikasi LPTK penyelenggara mengeluarkan ijazah. Ijazah sebagai alat bukti yang sah bahwa yang bersangkutan telah mengikuti program sertifikasi guru kelas (setara D2) yang diselenggarakan oleh LPTK yang bersangkutan. Kepada peserta yang dianggap berhasil mengikuti pendidikan ini akan diberikan ijazah sesuai dengan tingkat pendidikannya.

PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI PROGRAM TUGAS BELAJAR

Lahirnya kepmendikbud No. 0854/0/89 berarti kualifikasi guru sekolah dasar itu adalah Diploma II PGSD. Implikasi dari keputusan tersebut maka guru sekolah dasar lulusan SPG atau PGA perlu ditugas belajarkan dalam bentuk program penyetaraan Diploma II PGSD. Sementara pada jumlah sekolah dasar unggulan ditemukan adanya kecenderungan diterapkannya peraturan kepegawaian bahwa seorang guru sekolah dasar tidak cukup berkualifikasi Diploma II PGSD. Pada Sekolah dasar tersebut, kualifikasi kepala sekolah dan gurugurunya harus sarjana pendidikan Strata 1. Bahkan dalam rangka membina profesionalisme pegawainya, yayasan yang menaunginya berusaha menyekolahkannya ke LPTK.

Semua yang dilakukan untuk menyekolahkan guru sekolah dasar di atas, baik dalam bentuk program penyetaraan Diploma II PGSD maupun menyekolahkannya ke LPTK dimaksud untuk meningkatkan profesionalisme guru. Oleh karena itu tugas belajar dapat ditempuh dalam rangka pembinaan profesionalisme pegawai di sekolah dasar.

Tujuan Program Tugas Belajar

Ada tiga tujuan yang dapat dicapai dengan pemberian tugas belajar kepada guru di sekolah dasar yaitu (1) meningkatkan kualifikasi formal guru sehingga sesuai dengan peraturan kepegawaian yang diberlakukan secara nasional maupun yayasan yang menaunginya, (2) meningkatkan kemampuan profesional para guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar, dan (3) menumbuhkembangkan motivasi para pegawai sekolah dasar dalam rangka meningkatkan kinerjanya.

Sifat Tugas Belajar

Ada tiga sifat pemberian tugas belajar kepada guru yaitu (1) diberikan secara selektif, artinya hanya mereka yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat mengikuti program tugas belajar, (2) mengikat, artinya setelah selesai mengikuti pendidikan, peserta tugas belajar harus kembali melanjutkan tugas di instansi asal, kecuali ada ketentuan lain, dan (3) waktu penyelesaian studi terbatas yaitu maksimal 30 bulan (5 semester) di dalam negeri dan maksimal 24 bulan (4 semester) di luar negeri.

Hak Peserta Tugas Belajar

Para calon yang sudah resmi dinyatakan sebagai peserta belajar tugas belajar, mempunyai hak-hak berupa uang pendaftaran, biaya untuk mengikuti tes, biaya Registrasi, pembayaran SPP, pembelian buku dan materi pembelajaran lainnya, biaya penelitian, biaya penyusunan tesis, biaya perjalanan berangkat awal kuliah dan pulang setelah lulus, dan biaya hidup.

Kewajiban Peserta Tugas Belajar

Disamping hak-hak tersebut, selama mengikuti pendidikan para peserta juga berkewajiban untuk melaksanakan belajar secara sungguh-sungguh dan berupaya agar dapat menyelesaikan program pendidikan mereka tepat waktu, menyampaikan rencana dan hasil studi kepada kepala sekolahnya masing-masing, menyampaikan laporan kemajuan secara periodik kepada kepala sekolahnya masing-masing atau pemberi tugas. Laporan ini merupakan bahan untuk pembuatan DP3, dan melanjutkan tugas di instansi asal minimal selama 2n + 1 tahun ( n adalah lama tugas belajar).

Sanksi Peserta tugas Belajar

Agar tugas belajar betul-betul diselesaikan dengan sebaik-baiknya, tampaknya perlu adanya sanksi. Adapun sanksi bagi peserta tugas belajar adalah jika tidak dapat menyelesaikan studi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, yang bersangktan harus menyelesaikan studinya dengan biaya sendiri. Apabila setelah menyelesaikan studi, yang bersangkutan meninggalkan tugas pokok semula, yang bersangkutan harus mengembalikan biaya studi yang telah digunakan.


PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFENALISME GURU MELALUI GUGUS SEKOLAH DASAR

Pembinaan profesionalisme guru sekolah dasar dapat juga diupayakan melalui satu sistem yang disebut dengan Sistem Pembinaan Profesional (SPP) guru. SPP adalah suatu sistem pembinaan yang diberikan kepada guru dengan menekankan bantuan pelayanan profesi berdasarkan kebutuhan guru dilapangan melalui berbagai wadah profesional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sistem pembinaan profesional, pada dasarnya menerapkan prinsip pembinaan antara teman sejawat dalam peningkatan kemampuan profesional guru yang dilakukan secara terus-menerus yang dilandasi oleh tujuan dan semangat untuk maju bersama. Sistem pembinaan profesional disekolah dasar bertujuan untuk mengingkatkan kemampuan profesioanl para guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa dengan mendayagunakan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh sekolah, tenaga kependidikan, dan masyarakat sekitarnya.

Pelaksanaannya telah diatur di dalam berbagai peraturan, misalnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 079/C/K/ I/93 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Melalui Pembentukan Gugus Sekolah di Sekolah Dasar. Berdasarkan surat keputusan tersebut sistem pembinaan profesional di sekolah dasar dilaksanakan melalui sistem gugus sekolah dasar.

Arti, Tujuan, dan Manfaat Gugus Sekolah Dasar

Dalam arti statis, gugus sekolah dasar merupakan sekelompok atau gabungan dari 3 – 8 sekolah dasar yang memiliki tujuan dan semangat untuk maju bersama dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui persiapan sistem pembinaan profesional. Dalam arti dinamis, gugus sekolah dasar dapat didefinisikan sebagai satu pendekatan pengembangan dan pembinaan sekolah dasar yang dimulai dengan pembentukan gugus sekolah yang terdiri atas sebuah sekolah dasar inti (SD Inti) sebagai pusat pengembangan sekolah dasar sekitarnya, yang disebut dengan sekolah dasar imbas (SD Imbas). Pembentukan gugus sekolah di sekolah dasar bertujuan untuk memperlancar upaya peningkatan profesionalisme para guru sekolah dasar dan tenaga kependidikan lainnya dalam satu gugus.

Secara rinci, gugus sekolah dasar tersebut dapat difungsikan atau dimanfaatkan sebagai berikut:. Pertama, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai prasarana pembinaan kemampuan profesional tenaga kependidikan, sehingga mereka menjadi betul-betul mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pendidik. Kedua, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai wahana penyebaran informasi dan inovasi dalam bidang pendididkan bagi tenaga kependidikan, sehingga mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Ketiga, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai wahana menumbuhkembangkan semangat kerja sama dan kompetisi dikalangan anggota gugus sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Keempat, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai wadah penyemaian jiwa persatuan dan kesatuan sertam menumbuhkembangkan rasa percaya diri guru, kepala sekolah, pengawas TK/SD dan Pembina dalam menyelesaikan tugas. Kelima, gugus sekolah dasar dijadikan wadah koordinasi peningkatan partisipasi masyarakat.

Dasar Pembentukan Gugus Sekolah Dasar

Pembentukan gugus sekolah di sekolah dasar didasarkan kepada berbagai kebijakan dan peraturan pemerintah, di antarnya adalah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0478/U/1982 tentang sekolah Dasar, dan Keputusan Direktur Jederal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 079/C/K/I/1993 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Melalui Pembentukan Gugus Sekolah di Sekolah Dasar.

Komponen Gugus Sekolah Dasar

Gugus sekolah dasar sebagai satu wadah pembinaan dan pengembangan sekolah dasar seharusnya memiliki beberapa komponen yaitu: (1) inti yang dilengkapi denga tiga ruang tambahan berupa ruang perpustakaan, ruang serba guna dan SD ruang pusat kegiatan guru (PKG), (2) SD Imbas, (3) dua orang tutor, (4) lima orang guru pemandu yang terdiri dari guru pemandu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan alam, guru pemandu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, guru pemandu mata pelajaran Matematika, guru pemandu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan guru pemandu mata pelajaran PPKn, (5) kelompok Kerja Guru, (6) kelompok kerja kepala sekolah, dan (7) guru sebagai komponen utama, sebab guru merupakan subjek sistem pembinaan profesional melalui sistem gugus sekolah dasar. Gugus sekolah dasar adalah sekelompok atau gabungan dari 3-8 sekolah dasar yang memiliki tujuan dan semangat untuk maju bersama dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui persiapan sistem pembinaan profesional. Pelaksanaannya diatur sebagai berikut: (1) pada setiap gugus sekolah dipilih 1 (satu) sekolah dasar sebagai sekolah dasar inti (SD Inti) dari 3-8 sekolah atau sesuai dengan kondisi setempat, (2) pembinaan profesional guru dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip pembinaan yang objektif dan manusiawi, (3) pembinaan secara struktural dan fungsional komponen gugus sekolah dilakukan oleh Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan dan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota dan Pembina lainnya yang terkait, dan (4) kegiatan dalam Kelompok Kerja Guru dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan serta tidak mengganggu jam belajar mengejar efektif.
Pembentukan Gugus Sekolah Dasar

Apabila merujuk kepada Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar (1993), pembentukan gugus sekolah dasar dilakukan oleh Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota selaku unit administratif terdepan dalam pembinaan pendidikan di sekolah dasar. Jumlah sekolah dasar dalam satu gugus sebaiknya terdiri dari 3-8 sekolah dasar. Apabila dalam satu kecamatan terdapat lebih dari 8 sekolah sebaiknya dibentuk dua gugus atau lebih, dengan mempertimbangkan letak sekolah yang bersangkutan. Perlu diupayakan letak sekolah-sekolah dalam satu gugus berdekatan. Oleh karena itu, jika secara geografis letak antar sekolah dasar berjauhan sebaiknya dalam satu gugus cukup terdiri atas 3-4 sekolah dasar.

.

Kegiatan Gugus Sekolah Dasar

Ada banyak ragam kegiatan pengembangan dan pembinaan sekolah dasar melalui pendekatan gugus sekolah dasar. Ketua gugus sekolah dasar dapat memprogramkan Penataran mini bagi guru dalam setiap liburan catur wulan. Sebagai fasilitatornya bisa kepala SD Inti, tutor, guru pemandu, atau pengawas TK/SD setempat. Selain itu, di gugus sekolah dasar, melalui KKG dan KKKSnya dapat menyelenggarakan pertemuan-pertemuan rutin, bisa satu kali dalam satu minggu, satu kali dalam dua minggu atau satu kali dalam satu bulan. Pertemuan yang dimaksud adalah pertemuan antar guru dalam KKG dan pertemuan kepala sekolah dalam KKKS. Melalui pertemuan-pertemuan tersebut diharapkan dapat (1) menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan di antara sekolah dasar anggota gugus dalam mencapai tujuan, dan mengusahakan berbagai upaya peningkatan pendidikan di sekolah dasar yang menjadi tanggung jawabnya, (2) membudayakan berbagai kegiatan positif yang dapat menambah dan meningkatkan mutu profesionalisme guru yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan dan wawasan yang akan memberi dampak peningkatan mutu pendidikan dan hasil kegiatan belajar mengajar, (3) membantu memecahkan masalah dan saling meringankan beban antar sekolah dasar anggota gugus, (4) mencari informasi dan bahan dari berbagai sumber yang dapat dikembangkan bersama sebagai kreativitas dalam menciptakan inovasi pendidikan di dalam gugus sekolah dasar, (5) memelihara komunikasi secara teratur antara sesama anggota gugus guna saling menyerap kiat-kiat keberhasilan pada setiap sekolah dasar anggota gugus atau sekolah dasar gugus lain, (6) mengembangkan pola mekanisme pembinaan profesionalisme guru yang lebih efektif dan efisien, (7) memacu guru dan kepala sekolah dasar untuk terus belajar meningkatkan mutu dan tanggap terhadap tugas profesi sebagai guru, dan (8) mengembangkan hasil penataran pelatihan sesama teman sejawat dalam meningkatkan mutu profesi guru.

Realisasi Gugus Sekolah Dasar

Gugus sekolah dasar sebagai satu pendekatan pembinaan dan pengembangan sekolah dasar telah dilaksanakan. Di Indonesia telah terbentuk banyak gugus sekolah dasar. Tidak kurang dari 20.000 gugus sekolah dasar telah dibentuk. Pembentukannya oleh Kantor Dinas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan (Sekarang berubah menjadi Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kecamatan) selaku unit administratif terdepat dalam pembinaan pendidikan di Sekolah Dasar. Setelah dibentuk, semua gugus sekolah dasar tersebut diusulkan ke Kantor Departemen/Kantor Inspeksi Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten./Kota (sekarang berubah menjadi Kantor Dina Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota) untuk selanjutnya diusulkan kepada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk diterbitkan surat keputusan pembentukannya. Pada sebagian kecil gugus yang telah dibentuk itu telah dibangunkan tiga ruang tambahan –ruang perpustakaan, ruang serba guna, dan ruang PKG– pada SD intinya. Bahkan pada gugus yang dibina Primary Education Quality Improvement Project (PEQIP) telah banyak dibangun ketiga ruang tambahan tersebut oleh Pemerintah daerahnya masing-masing.

Jumlah sekolah dalam satu gugus sangat bervariasi, namun umumnya mengacu kepada Pedoman Pengelolaan Gugus ZSekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar atau sekarang berubah menjadi Direktorat TK dan SD (1993), berkisar dari 3–8 sekolah dasar. Di daerah-daerah tertentu yang secara geografis letak antar sekolah dasar berjauhan, maka dalam satu gugus cukup terdiri dari 3 atau 4 sekolah dasar. Bahkan khusus untuk daerah perairan, akan dicoba satu model gugus sekolah dasar perairan.

Walaupun di Indonesia telah banyak dibentuk gugus sekolah dasar, namun kegiatan belum secara keseluruhan optimal. Ada gugus sekolah yang menyelenggarakan pertemuan KKG sebanyak satu kali dalam satu minggu, juga ada yang satu kali dalam dua minggu dan satu kali dalam satu bulan. Bahkan tidak sedikit gugus sekolah dasar yang jarang mengadakan pertemuan KKG. Ada banyak faktor penyebabnya. Belum dimilikinya tutor, dan pemandu yang terlatih merupakan salah satu penyebabnya. Memang, dalam lima tahun terakhir ini telah banyak dilakukan pelatihan tutor dan guru pemandu mata pelajaran, namun jumlahnya sangat terbatas. Demikian pula dengan tidak adanya dana operasional yang tersedia, sehingga kegiatan KKG tidak berlangsung secara kontinu. Memang mulai tahun 1998/ 1999 telah dikucurkan dana subsidi operasional gugus, namun jumlah gugus yang mendapatkannya sangat terbatas. Selain itu, belum dimilikinya tiga ruang tambahan (ruang perpustakaan, ruang serba guna, dan ruang PKG) di SD Inti merupaka salah satu faktor dari sekian factor penyebabnya.


KESIMPULAN

Semua guru di sekolah dasar harus profesional. Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, kepuasan moral kerja, keselamatan kerja guru dan peranannya yang demikian penting dalam rangka implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah di sekolah dasar. Peningkatan kemampuan profesional guru dapat diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. Peningkatan kemampuan profesional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum profesional menjadi profesional. Jadi, peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan bantuan profesional. Oleh karena sekedar bantuan, yang lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan itu adalah guru itu sendiri. Artinya, guru itu sendiri yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Walaupun sekedar bantuan, yang berwenang harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut secara profesional. Itulah yang disebut dengan bantuan profesional.

Tujuan akhir peningkatan kemampuan profesional guru adalah bertumbuhkembangnya profesionalisme guru. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya. Konsisten dengan uraian di atas pembinaan pegawai di sekolah dasar dapat dikelompokkan menjadi dua macam pembinaan, Pertama, Peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan tugas belajar. Kedua, Pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya.

Program peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar, sebaiknya melalui langkah-langkah yang sistematis seperti, (1) Mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami pegawai, (2) menetapkan program pengembangan yang sekiranya diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau maslah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru, (3) merumuskan tujuan program pengembangan yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan, (4) menetapkan dan merancang materi dan media yang akan digunakan dalam pengembangan, (5) menetapkan dan merancang metode dan media yang akan digunakan dalam pengembangan, (6) menetapkan bentuk dan mengembangkan instrument penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program pengembangan, (7) menyusun dan mengalokasikan anggaran program pengembangan, (8) melaksanakan program pengembangan dengan materi, metode dan media yang telah ditetapkan dann dirancang, (9) mengukur keberhasilan program pengembangan, (10) menetapkan program tindak lanjut pengembangan pegawai pada masa yang akan datang.

DAFTAR RUJUKAN

Alfonso, R. J., Firth, G. R., Neville, R. F.. 1981. Instructional Supervision: A Behavioral System. Boston: Allyn and Bacon, Inc
Daresh, J. C.. 1987. Supervision as a Proactive Process. New York & London: Longman
Glickman, C. D.. 1981. Developmental Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development
Gwynn, J. N.. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Wm. C. Brown Company Publisher
Harris, B dan Bessent, W.. 1989. In-Service Education: A Guide to Better Praction. Englewood Cliffs, N, J.:PrenticeHall, Inc
Sergiovanni, J., Burlingame. Martin, Coombs, Fred S., Thurston, Paul W.. 1987. Educational Governance and Administration. Englewood Cliff, New Jersey: Academic Press College Division.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar