Minggu, 22 Maret 2009

PTK oleh ANDRI BUDIYANTO (GURU SDN BULUREJO I SEMIN )

Pendahulua

Anda adalah guru yang sudah banyak jam terbangnya, bukan? Pasti Anda punya banyak pengalaman, baik manis maupun pahit, dalam mengajar. Pengalaman manis dapat Anda rasakan ketika siswa-siswa Anda berhasil meraih prestasi, yang sebagian merupakan kontribusi Anda. Dan, Anda pasti menginginkan siswa-siswa Anda selalu berhasil meraih prestasi terbaik. Namun, mungkin keinginan Anda yang mulia tersebut lebih sering tidak tercapai karena berbagai alasan. Misalnya, mungkin Anda sering menemukan siswa-siswa tidak bersemangat, kurang termotivasi, kurang percaya diri, kurang disiplin, kurang bertanggung jawab dsb. Pasti Anda sudah melakukan upaya untuk mengatasinya, tetapi mungkin hasilnya masih jauh dari yang Anda inginkan.

Dan Anda masih ingin mengatasi masalah-masalah yang Anda temukan di kelas, bukan? Mengapa tidak mencoba mengatasinya lewat suatu kegiatan penelitian tindakan? Mendengar kata ’penelitian’ mungkin Anda ingat pengalaman pahit ketika dulu meneliti untuk skripsi Anda karena harus mengembangkan instrumen yang berkali-kali direvisi atas saran dosen pembimbing, harus minta ijin ke sana ke sini, harus terjun ke lapangan menemui responden, yang tidak selalu menyambut dengan ramah kedatangan Anda, harus kecewa karena angket tidak semua dikembalikan, harus menganalisis data dan seirng tersandung masalah statistik, dan setelah analisis selesai, harus kecewa karena hasilnya tidak selalu siap dipraktikkan di dunia nyata. dsb. Singkatnya, kegiatan penelitian tidak mudah karena pertanggungjawaban teoretisnya cukup berat. 
Anda tidak perlu mengalami itu semua ketika Anda melakukan penelitian tindakan. Mengapa? Karena jenis penelitian ini memang berbeda dengan jenis penelitian lain. Kalau jenis penelitian lain layaknya dilakukan oleh para ilmuwan di kampus atau lembaga penelitian, penelitian tindakan layaknya dilakukan oleh para praktisi, termasuk Anda sebagai guru. Kalau jenis penelitian lainnya untuk mengembangkan teori, penelitian tindakan ditujukan untuk meningkatkan praktik lapangan. Jadi penelitian tindakan adalah jenis penelitian yang cocok untuk para praktisi, termasuk guru.
Mari kita bicarakan hal ikhwal tentang penelitian tindakan. Kalau Anda pernah mempelajarinya, pembicaraan ini berfungsi untuk menyegarkan kembali atau memperkaya apa yang telah Anda ketahui. Kalau Anda belum tahu banyak, lewat pembicaraan ini Anda akan mengenalnya, memahaminya, dan akhirnya berminat untuk melaksanakannya, untuk mencapai cita-cita Anda yang mulia, yaitu meningkatkan keberhasilan mendidik, mengajar dan melatih murid-murid Anda, yang akan memberikan sumbangan yang signifikan pada peningkatkan kualitas pendidikan nasional. Seperti tercantum dalama UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, Pasal 3, pendidikan nasional befungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang merupakan salah satu tujuan kemerdekaan bangsa kita, seperti dinyatakan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Oleh sebab itu, upaya Anda untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas merupakan amalan mulia karena memberikan kontribusi dalam mengisi kemerdekaan yang telah direbut lewat pengorbanan yang tidak sedikit. 
Mari kita menyamakan pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan kelas (PTK).
Apa yang Dimaksud dengan PTK dan Apa Ciri-cirinya?
Karena penelitian tindakan cocok untuk para praktisi yang bergelut dengan dunia nyata, maka ia cocok untuk Anda sebagai guru. Anda mungkin heran kenapa istilah ’penelitian’ yang biasanya berkenaan dengan teori sekarang dijodohkan dengan istilah ’tindakan’. Keheranan Anda tidak berlebihan karena memang jenis penelitian ini tergolong muda dibandingkan dengan penelitian tradisional yang telah ratusan tahun dikembangkan. Uraian beberapa butir di bawah ini akan dapat membantu Anda dalam memahami apa yang dimaksud dengan penelitian tindakan (Silakan baca Burns, 1999: 30; Kemmis & McTaggrt, 1982: 5; Reason & Bradbury, 2001: 1).
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru ditujukan untuk meningkatkan situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya dan ia disebut ’penelitian tindakan kelas’ atau PTK. 
Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan) dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa subyek dalam PTK termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga kualitas PTK? Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa melibatkan guru lain yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator Anda.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula, apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata? Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi. 
Apa syarat-syarat agar PTK Anda berhasil?
Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syarat-syarat lain? Betul, silakan baca McNiff, Lomax dan Whitehead (2003). Pertama, Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut. Kedua, Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai. Ketiga, tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran mengakui kelemahan/kekurangan diri. Keempat, tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi dapat diubah ke arah perbaikan. Kelima, penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh kerumitannya. Keenam, Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi. Kutujuh, Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan riwayat fiksional. Kedelapan, Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik tersebut di atas, yang mencakup (1) identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama penjelasannya; (2) mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan (3) teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukan dengan cara tertentu. Kesembilan,Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk: (1) tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog, yaitu percakapan dengan dirinya sendiri; (2) percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses percakapan tersebut; (3) narasi dan cerita; dan (4) bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik. Kesepuluh, Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah), baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya (validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar (validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
Apa yang dapat Dicapai lewat Penelitian Tindakan Kelas?
Pertanyaan ini dapat diubah menjadi, ”Kapan Anda secara tepat dapat melakukan PTK?” Jawabnya: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas pembelajaran yang menjadi tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan murid-murid Anda dalam proses pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan kata lain, Anda ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84). Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran Anda, perilaku murid-murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas. 
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas. Di ruangan kelas, PTK dapat berfungsi sebagai (Cohen & Manion, 1980: 211): (a) alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran di kelas; (b) alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat; (c) alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan tambahan atau inovatif; (d) alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti; (e) alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas. Ada dua butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya. Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan. 
Kriteria dalam Penelitian Tindakan
Benarkah PTk harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya penelitian, PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya (Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999). Karena PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns, 1999: 161-162, menyitir Anderson dkk,1994). 
Validitas: demokratik, hasil, proses, katalitik, dan dialoguis
Validitas Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai suara. Dalam PTk, idealnya Anda, guru lain/pakar sebagai kolaborator, dan murid-murid Anda masing-masing diberi kesempatan menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan (stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat menawarkan pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas Anda memberikan manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan pada konteks kelas Anda? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap persoalan pembelajaran kelas Anda, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran bahasa Inggris, pada tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan dan/atau didorong untuk mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembelajaran bahasa Inggris di sekolah terkait. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu kesepatakan bahwa memang ada kekurangan yang perlu diperbaiki dan kekurangan tersebut perlu diperbaiki dalam konteks yang ada, atau juga disebut kesepakatan tentang latar belakang penelitian. Selanjutnya, diciptakan proses yang sama untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah apa yang ada, yaitu identifikasi masalah, dan tentang masalah apa yang akan menjadi fokus penelitian atau pembatasan masalah penelitian. Kemudian, proses yang sama berlanjut untuk merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan hipotesis tindakan yang akan menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga dilaksanakan melalui proses yang melibatkan semua peserta penelitian untuk mengungkapkan pandangan dan pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang mendorong setiap peserta penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan pandangan, pendapat, dan gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung. 
Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar dalam siklus penelitian pada Gambar 1 di bawah, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan bahasa Inggris lewat tugas ‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru timbul pada akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu pertanyaan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap, berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan kondisi. (Mohon dicermati uraian masing-masing tahap dan kesinambungan masalah yang timbul). Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.
Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan seberapa memadai proses pelaksanaan PTK Anda? Misalnya, apakah Anda dan kolaborator Anda mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Anda dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang disebut di atas, para peneliti dapat menentukan indikator kelas bahasa Inggris yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi lewat tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak bahasa Inggris yang diproduksi siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik. 
Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran bahasa yang komunikatif yang mencakup pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3) karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian, motivasi, tingkat perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap pembelajaran bahasa asing. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat, maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya. 
Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan lapangan dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja, yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium, yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan, perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran. Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya, kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan pengumpulan data tentang proses tersebut.
Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini.
Dalam kasus penelitian tindakan kelas bahasa Inggris yang dicontohkan di atas, validitas katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran. Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya, review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu, setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin. Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan, diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang dikritisi.
Trianggulasi untuk Mengurangi Subjektivitas
Bagaimana Anda meningkatkan validitas PTK Anda? Tidak lain dengan meminimalkan subjektivitas melalui trianggulasi. Anda sebagai pelaku PTK dapat menggunakan metode ganda dan perspektif kolaborator Anda untuk memperoleh gambaran kaya yang lebih objektif. Bentuk lain dari trianggulasi adalah: trianggulasi waktu, trianggulasi ruang, trianggulasi peneliti, dan trianggulasi teoretis (Burns, 1999: 164). Trianggulasi waktu dapat dilakukan dengan mengumpulkan data dalam waktu yang berbeda, sedapat mungkin meliputi rentangan waktu tindakan dilaksanakan dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin bahwa efek perilaku tertentu bukan hanya suatu kebetulan. Misalnya, data tentang proses pembelajaran dengan seperangkat teknik tertentu dapat dikumpulkan pada jam awal, tengah dan siang pada hari yang berbeda dan jumlah pengamatan yang memadai, katakanlah 4-5 kali. Trianggulasi peneliti dapat dilakukan dengan pengumpulan data yang sama oleh beberapa peneliti sampai diperoleh data yang relatif konstan. Misalnya, dua atau tiga peserta penelitian dapat mengamati proses pembelajaran yang sama dalam waktu yang sama pula. Trianggulasi ruang dapat dilakukan dengan mengumpulkan data yang sama di tempat yang berbeda. Dalam contoh proses pembelajaran bahasa Inggris di atas, ada dua atau tiga kelas yang dijadikan ajang penelitian yang sama dan data yang sama dikumpulkan dari kelas-kelas tersebut. Trianggulasi teoretis dapat dilakukan dengan memaknai gejala perilaku tertentu dengan dituntun oleh beberapa teori yang berbeda tetapi terkait. Misalnya, perilaku tertentu yang menyiratkan motivasi dapat ditinjau dari teori motivasi aliran yang berbeda: aliran behavioristik, kognitif, dan konstruktivis. 

Reliabilitas
Reliabilitas data PTK Anda secara hakiki memang rendah. Mengapa? Karena situasi PTk terus berubah dan proses PTK bersifat transformatif tanpa kendali apapun (alami) sehingga sulit untuk mencapai tingkat reliabilitas yang tinggi, padahal tingkat reliabilitias tinggi hanya dapat dicapai dengan mengendalikan hampir seluruh aspek situasi yang dapat berubah (variabel) dan hal ini tidak mungkin atau tidak baik dilakukan dalam PTK. Mengapa tidak mungkin? Karena akan bertentangan dengan ciri khas penelitian tindakan itu sendiri, yang salah satunya adalah kontekstual/situasional dan terlokalisasi, dengan perubahan yang menjadi tujuannya. Penilaian peneliti menjadi salah satu tumpuan reliabilitas PTK. Cara-cara meyakinkan orang atas reliabilitas PTK termasuk: menyajikan (dalam lampiran) data asli seperti transkrip wawancara dan catatan lapangan (bila hasil penelitian dipublikasikan), menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang sama dan kolaborasi dengan sejawat atau orang lain yang relevan.
 
Kelebihan dan Kekurangan PTK
PTK memiliki kelebihan berikut (Shumsky, 1982): (1) tumbuhnya rasa memiliki melalui kerja sama dalam PTK; (2) tumbuhnya kreativitias dan pemikiran kritis lewat interaksi terbuka yang bersifat reflektif/evaluatif dalam PTK; (3) dalam kerja sama ada saling merangsang untuk berubah; dan (4) meningkatnya kesepakatan lewat kerja sama demokratis dan dialogis dalam PTK (silakan lihat Passow, Miles, dan Draper, 1985).
PTK Anda juga memiliki kelemahan: (1) kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar penelitian pada Anda sendiri karena terlalu banyak berurusan dengan hal-hal praktis, (2) rendahnya efisiensi waktu karena Anda harus punya komitmen peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara Anda masih harus melakukan tugas rutin ; (3) konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap kebutuhan dan keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu, padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimpin demikian.
 
Persyaratan Keberhasilan PTK
Agar PTK berhasil, persyaratan berikut harus dipenuhi (Hodgkinson, 1988): (1) kesediaan untuk mengakui kekurangan diri; (2) kesempatan yang memadai untuk menemukan sesuatu yang baru; (3) dorongan untuk mengemukakan gagasan baru; (4) waktu yang tersedia untuk melakukan percobaan; (5) kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang terlibat; dan (6)pengetahuan tentang dasar-dasar proses kelompok oleh peserta penelitian.
 
Penelitian Tindakan Kolaboratif
Kolaborasi atau kerja sama perlu dan penting dilakukan dalam PTK karena PTK yang dilakukan secara perorangan bertentangan dengan hakikat PTK itu sendiri (Burns, 1999). Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988: 5; Hill & Kerber, 1967, disitir oleh Cohen & Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1) penelitian tindakan yang sejati adalah penelitian tindakan kolaboratif, yaitu yang dilakukan oleh sekelompok peneliti melalui kerja sama dan kerja bersama, (2) penelitian kelompok tersebut dapat dilaksanakan melalui tindakan anggota kelompok perorangan yang diperiksa secara kritis melalui refleksi demokratik dan dialogis; (3) optimalisasi fungsi PTK kolaboratif dengan mencakup gagasan-gagasan dan harapan-harapan semua orang yang terlibat dalam situasi terkait; (4) pengaruh langsung hasil PTK pada Anda sebagai guru dan murid-murid Anda serta sekaligus pada situasi dan kondisi yang ada.
Kolaborasi atau kerja sama dalam melakukan penelitian tindakan dapat dilakukan dengan: mahasiswa; sejawat dalam jurusan/sekolah/lembaga yang sama; sejawat dari lembaga/sekolah lain; sejawat dengan wilayah keahlian yang berbeda (misalnya antara guru dan pendidik guru, antara guru dan peneliti; antara guru dan manajer); sejawat dalam disiplin ilmu yang berbeda (misalnya antara guru bahasa asing dan guru bahasa ibu); dan sejawat di negara lain (Wallace, 1998). 
 
Prinsip-prinsip penelitian tindakan kolaboratif
Tiga tahap PTK kolaboratif adalah: prakarsa, pelaksanaan, dan diseminasi (Burns, 1999: 207-208). Butir-butir tentang prakarsa yang perlu dipertimbangkan dalam PTK Anda (Burns, 1999: 207): 
1. Sejauh dapat dilakukan, agenda PTK tindakan hendaknya ditarik dari kebutuhan-kebutuhan, kepedulian dan persyaratan yang diungkapkan oleh semua pihak Anda sendiri, sejawat, kepala sekolah, murid-murid, dan/atau orangtua murid) yang terlibat dalam konteks pembelajaran/kependidikan di kelas/sekolah Anda;
2. PTK Anda hendaknya benar-benar memanfaatkan keterampilan, minat dan keterlibatan Anda sebagai guru dan sejawat;
3. PTK Anda hendaknya terpusat pada masalah-masalah pembelajaran kelas Anda, yang ditemukan dalam kenyataan sehari-hari. Namun demikian, hasil PTK Anda daapt juga memberikan masukan untuk pengembangan teori pembelajaran bidang studi Anda;
4. Metodologi PTK Anda hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan persoalan pembelajaran kelas Anda yang sedang diteliti, sumber daya yang ada dan murid-murid sebagai sasaran penelitian.
5. PTK Anda hendaknya direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara kolaboratif. Tujuan, metode, pelaksanaan dan strategi evaluasi hendaknya Anda negosiasikan dengan pemangku kepentingan (stakeholders) terutama penelitian Anda, sejawat, murid-murid, dan kepala sekolah (yang mungkin diperlukan dukungan kebijakannya).
6. PTK Anda hendaknya bersifat antardisipliner, yaitu sedapat mungkin didukung oleh wawasan dan pengalaman orang-orang dari bidang-bidang lain yang relevan, seperti ilmu jiwa, antropologi, dan sosiologi serta budaya. Jadi Anda dapat mencari masukan dari teman-teman guru atau dosen LPTK yang relevan.
Dalam PTK, butir-butir pelaksanaan di bawah harus dipertimbangkan (Burns, 1999: 207-208):
1. Anda sebagai pelaku PTK hendaknya berupaya memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melaksanakannya. Upayakan mendapatkan dari pemimpin dukungan dan bantuan secara terus menerus dalam tahap-tahap pelaksanaan, diseminasi, dan tindak-lanjut penelitiannya.
2. PTK Anda selayaknya dilakukan dalam kelas sendiri.
3. PTK Anda akan berjalan dengan baik jika terkait dengan program peningkatan guru dan pengembangan materi di sekolah atau wilayah sendiri.
4. PTK Anda hendaknya dipadukan dengan komponen evaluasi.
Dalam tahap diseminasi PTK perlu dipertimbangkandua butir berikut (Burns, 1999: 208)
1. Bentuk pelaporan hasil penelitian tindakan ditentukan oleh audiens sasaran. Jika audiens sasarannya adalah guru-guru bahasa Inggris di SD, misalnya, bentuk laporannya berbeda dengan jika audiens sasarannya adalah pendidik guru bahasa Inggris di universitas.
2. Jaringan kerja dan mekanisme yang tersedia di dalam lembaga pendidikan Anda hendaknya digunakan untuk menyebarkan hasil penelitian terkait. Misalnya, penyebaran hasil penelitian dilakukan lewat simposium guru, sarasehan MGMP, atau seminar daerah. 
 
Kelebihan dan Kelemahan PTK Kolaboratif
Apa kelemahan dan kelebihan PTK? Kelebihannya seperti dikatakan Burns (1999: 13) sebagai berikut. Proses penelitian kolaboratif memperkuat kesempatan bagi hasil penelitian tentang praktik pendidikan untuk diumpanbalikkan ke sistem pendidikan dengan cara yang lebih substansial dan kritis. Proses tersebut mendorong guru untuk berbagi masalah-masalah umum dan bekerja sama sebagai masyarakat penelitian untuk memeriksa asumsi, nilai dan keyakinan yang sedang mereka pegang dalam kultur sosio-politik lembaga tempat mereka bekerja. Proses kelompok dan tekanan kolektif kemungkinan besar akan mendorong keterbukaan terhadap perubahan kebijakan dan praktik. Penelitian tindakan kolaboratif secara potensial lebih memberdayakan daripada penelitian tindakan yang dilakukan secara individu karena menawarkan kerangka kerja yang mantab untuk perubahan keseluruhan.
Selain itu, ada kelebihan lain dari PTK kolaboratif (Wallace, 1998: 209-210): (1) kedalaman dan cakupan, yang artinya makin banyak orang terlibat dalam proyek penelitian tindakan, makin banyak data dapat dikumpulkan, apakah dalam hal kedalaman (misalnya studi kasus kelas bahasa Inggris) atau dalam hal cakupan (misalnya beberapa studi kasus suplementer; populasi yang lebih besar), atau dalam keduanya dan ini disebabkan makin banyak perspektif yang digunakan akan makin intensif pemeriksaan terhadap data atau makin luas cakupan persoalan dalam hal tim peneliti saling berkolaborasi dalam meneliti kelasnya masing-masing; (2) Validitas dan reliabilitas, yaitu keterlibatan orang lain akan mempermudah penyelidikan terhadap satu persoalan dari sudut yang berbeda, mungkin dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda (yaitu menggunakan trianggulasi); dan (3) Motivasi yang timbal lewat dinamika kelompok yang benar, di mana bekerja sebagai anggota tim lebih bersemangat daripada bekerja sendiri. 
Kelemahan terbesar PTK kolaboratif terkait dengan sulitnya mencapai keharmonisan kerjasama antara orang-orang yang berlatar belakang yang berbeda. Hal ini dapat dipecahkan dengan membicarakan aturan-aturan dasar (Wallace, 1998: 210), seperti yang tersirat dalam pertanyaan-pertanyaan berikut: Apa yang akan kita lakukan? Mengapa kita menangani masalah ini? (Apakah kita memiliki motivasi yang sama, atau motivasi yang berbeda?) Bagaimana kita akan melakukannya? (Siapa melakukan apa dan kapan?) Berapa banyak waktu masing-masing dari kita akan siap dihabiskan untuk keperluan ini? Berapa sering kita akan bertemu, di mana dan kapan? Apa hasil akhir yang diharapkan? (Suatu ceramah atau artikel; atau sekadar pengalaman yang sama?) 
 SUMBER: DARI BERBAGAI SUMBER






Selengkapnya...

Sabtu, 21 Maret 2009

SD Bendung II






Selengkapnya...

Permainan Outbound Cerdaskan Guru TK


Akhir-akhir ini, kegiatan di alam terbuka atau yang sering dikenal dengan istilah outbound atau out bound banyak diminati berbagai kalangan. Baik oleh karyawan di perusahaan, LSM, maupun sekolah-sekolah. Tidak hanya di sekolah menengah, bahkan anak-anak usia TK pun sudah diajak melakukan aktivitas permainan outbound semacam ini.
 
UPT TK dan SD Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul membawa guru-guru TK di Kecamatan Semin untuk “ber-outbound ria” di kawasan hutan pendidikan Wanagama Playen, Gunungkidul. Di kawasan hutan yang begitu luas dengan aneka tanaman hutan dan keceriaan dan kicauan burung-burung sangat tepat untuk digunakan outbound dan belajar alami yang lengkap dengan ukuran yang proposional untuk guru-guru TK. Kawasan hutan tsb meliputi hutan tropis, air terjun, sungai , kolam ikan, laboratorium pembibitan, pembibitan ulat sutra dan tentunya homestay yang bersih dan nyaman.
Desain aktivitas outbound training divariasikan sedemikian rupa sehingga seluruh aspek pembelajaran tercakup, meliputi permainan kompetisi antar kelompok, pengembangan motorik anak secara individual, pengenalan unsur alam sekitar dan lain-lain. Kesemuanya dikemas dalam suasana outbound yang fun dan membuat peserta termehek-mehek khas anak-anak gunungkidul. Aktivitas semacam ini merupakan pengembangan seluruh potensi kecerdasan peserta yang disebutkan dalam multiple intelligence (kecerdasan jamak).
Menurut Thomas Amstrong PhD dalam bukunya yang berjudul Setiap Anak Cerdas!, ada dalam diri seorang anak dapat dikembangkan 8 kecerdasan yang meliputi kecerdasan linguistic, logis-matematis, spasial, kinestetik-jasmani, musical, antarpribadi, intrapribadi dan natural. Kedelapan kecerdasan ini satu sama lain tidak ada yang bisa dikatakan lebih unggul dibandingkan dengan yang lain.

Metode pembelajaran out bound yang memungkinkan tumbuhnya kecerdasan jamak seperti ini adalah Metode Pembelajaran Tematik. Dengan mengambil suatu tema permainan outbound tertentu, keseluruhan jenis kecerdasan akan diasah dan dikembangkan. Kegiatan management outbound menjadi salah satu tema yang menarik untuk dipilih adalah sebagai metode belajar. Dengan mengikuti outbound ini diharapkan guru TK di Kecamatan Semin dapat mengembangkan 8 kecerdasan tersebut dengan baik. 

Outbound training guru-guru TK di Kecamatan Semin ini difasilitasi oleh UPT TK dan SD Kecamatan Semin yang bekerja sama dengan Termehek-mehek Out Bound Training Gunungkidul. Fasilitator mampu membuat peserta outbound melupakan sejenak berbagai urusan rumah tangga, mengajar, dsb...dsb...





Selengkapnya...

Jumat, 20 Maret 2009

Outbound Guru TK N Semin dan IGTKI Kec. Semin









Selengkapnya...

PNS Harus Netral

Bupati Gunungkidul Suharto SH menginstruksikan kepada seluruh PNS dan guru di seluruh wilayah Kabupaten Gunungkidul agar bersikap netral dalam pemilu 2009. Selain itu PNS juga dilarang untuk terlibat dalam kegiatan kampanye. Jika ada PNS yang ketahuan terlibat dalam kampanye akan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku. dan bagi masyarakat luas yang mengetahui ada PNS yang terlibat atau malah menjadi jurkam agar dilaporkan ke PAnwaslu.

Selain itu, meskipun Bupati Gunungkidul semula diusung PAN namun dalam masa kampanye ini pihaknya tetap netral dan tidak akan ikut dalam kegiatan kampanye. Untuk itu Suharto SH tidak akan mengambil cuti ikut dalam kampanye. Demikian ditegaskan Bupati Gunungkidul Suharto SH terkait dengan dimulainya masa kampanye Pemilu 2009.

Selengkapnya...

26.945 SISWA SIAP IKUTI UASBN/UNAS

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Gunungkidul, Drs Kasiyo MM meminta kepada seluruh kepala sekolah dan guru untuk lebih serius mempersiapkan anak didiknya menghadapi Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) dan ujian nasional (Unas). Jangan sampai para siswanya hanya sekadar bisa lulus, namun nilai rata-ratanya harus meningkat, sehingga kualitas pendidikan di daerah ini akan meningkat.



Demikian ditegaskan Kasiyo MM didampingi sekretarisnya Drs Wahyu Pujiyanto, Kamis (19/3). Pihaknya sangat prihatin dengan hasil kelulusan dan kualitas pendidikan di Gunungkidul yang selalu berada di urutan 5 wilayah DIY. Untuk itu guru harus bertanggungjawab secara moral dalam mendorong para peserta didiknya untuk benar-benar mempersiapkan ujian yang akan datang. Dikatakan oleh Wahyu Pujiyanto bahwa untuk menghadapi Unas dan UASBN sejak memasuki tahun ajaran baru 2008/2009 sejumlah sekolah banyak mendapatkan tambahan jam pelajaran. Bahkan tak sedikit para siswa kelas VI, IX dan XII juga mengikuti bimbingan belajar di berbagai lembaga yang ada.


“Selain menargetkan bisa 100 persen lulus, juga nilai rata-ratanya bisa naik, sehingga bisa mengungguli dari kabupaten lain,” kata Kasiyo.


Terkait dengan persiapan Unas dan UASBN, Kepala Disdikpra kembali mengingatkan kepada seluruh kepala sekolah agar dalam pelaksanaan ujian tidak membenani siswa dan orangtua dengan penarikan biaya untuk ujian. Pemkab Gunungkidul sudah memberikan bantuan untuk pelaksanaan ujian yang besarnya untuk SD/MI Rp 15 ribu/ siswa, SMP/MTs Rp 50 ribu per siswa, SMA/MA dan SMK non tekonologi Rp 100 ribu/anak dan SMK teknologi Rp 200 ribu/anak untuk biaya praktik ujian.
Adapun jumlah peserta UASBN untuk SD/MI 2008/2009 sebanyak 10.597 anak, peserta Unas untuk SMP/MTs sebanyak 10.400 anak dan SMA 2.303 anak serta SMK sebanyak 3.645 anak. Seluruh calon peserta ujian ini sudah terdaftar untuk mengikuti ujian yang akan dilaksanakan untuk SD/MI 11-13 Mei 2009, SMP/MTs 27-30 April 209 dan SMA/SMK pada 20-24 April 2009.
(Awa)

Selengkapnya...

Rabu, 18 Februari 2009

Mulai Tahun Anggaran 2009 gaji guru Rp 6,9 juta

JAKARTA - Tahun depan tenaga pendidik benar-benar menjadi anak emas. Berkat lonjakan anggaran pendidikan dalam RAPBN 2009, kesejahteraan guru semakin meningkat. Misalnya, untuk guru PNS golongan II/B tanpa sertifikat profesi dengan masa mengajar 0 tahun bakal memperoleh gaji minimal Rp 2 juta.

”Itu untuk menunjukkan komitmen kami terhadap penggunaan anggaran yang besar tersebut,” ujar Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo setelah rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta kemarin (10/9).

Mendiknas melanjutkan, gaji guru PNS golongan IV/E bersertifikat profesi bisa mencapai Rp 6,9 juta. Gaji tersebut, tambahnya, belum termasuk tunjangan fungsional dan tunjangan profesi untuk guru dengan sertifikat. Pemerintah juga memberikan tunjangan fungsional untuk guru tetap non-PNS yang belum sarjana Rp 250 ribu per bulan dan sarjana minimal Rp 300 ribu per bulan.

Pendapatan 30 ribu guru daerah terpencil juga akan ditingkatkan. Jika sebelumnya guru daerah terpencil yang bersertifikat digaji Rp 2,29 juta pada 2008, tahun depan jumlahnya naik menjadi Rp 5,1 juta. Guru daerah terpencil yang belum bersertifikat yang sebelumnya mendapatkan Rp 2,29 juta bakal ditambah menjadi Rp 3,6 juta tahun depan.
Bukan hanya guru, gaji dosen juga meningkat seiring dengan naiknya anggaran pendidikan. Jika sebelumnya dosen pegawai negeri sipil golongan III/B tanpa sertifikat profesi dengan masa mengajar 0 tahun mendapatkan Rp 1,8 juta, tahun depan angkanya bertambah menjadi Rp 2,26 juta. Untuk guru besar yang berstatus PNS golongan IV/E bersertifikat, gajinya naik tajam dari Rp 5,1 juta menjadi Rp 13,5 juta.

”Peningkatan kesejahteraan guru dan dosen, kata Mendiknas, menempati porsi 27 persen dari anggaran pendidikan,” sebutnya. Kenaikan anggaran pendidikan yang menjadi Rp 224,4 triliun pada RAPBN 2009 juga dimanfaatkan untuk percepatan penuntasan wajib belajar dari tingkat dasar hingga sekolah menengah. Menurut Mendiknas, anggaran pendidikan nanti terserap lebih dari 50 persen untuk program wajib belajar.

”Kami gunakan anggaran untuk pendidikan menengah di Depdiknas maupun di Depag. Anggaran untuk pendidikan tinggi juga dinaikkan. Pendidikan nonformal juga kita naikkan, tapi tidak banyak,” tegasnya. Kenaikan anggaran pendidikan digunakan pula untuk peningkatan kesejahteraan peneliti dan perekayasa di luar Depdiknas. Depdiknas menyiapkan anggaran bagi peneliti non-PNS melalui skema yang diatur oleh Ditjen Pendidikan Tinggi.

Fungsi-fungsi pendidikan kedinasan yang dilakukan departemen lain, seperti IPDN di Depdagri dan STAN di Depkeu, tidak boleh memakai anggaran pendidikan karena tidak sesuai dengan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). ”Anggaran itu tidak digunakan untuk lembaga pendidikan yang tidak dinaungi UU Sisdiknas,” tegasnya. Nanti segera dibuat peraturan pemerintah (PP) tentang pendidikan kedinasan untuk mengatur peralihan penyelenggaraan pendidikan agar tunduk sepenuhnya pada UU Sisdiknas. (zul/oki)

sumber : jawapos.com

Selengkapnya...

Selasa, 17 Februari 2009

Waspadai Internet Bagi Anak-anak

Waspadai Internet Bagi Anak-anak
Ditulis oleh Prof. Suyanto, Ph.D, tanggal 17-02-2009


Perkembangan teknologi komunikasi yang menjelma dalam bentuk internet sungguh sangat menakjubkan. Betapa tidak. Melalui miliaran situs yang diadministrasikan dari seluruh pelosok dunia, kita bisa mencari informasi apa saja dengan hampir tiada hambatan. Mengapa begitu? Karena hanya dengan mengetik keyword satu kata saja akan bermunculan alamat situs dalam ratusan ribu yang siap memasok informasi yang kita inginkan, sejak informasi yang sangat mendidik sampai pada informasi yang sangat merusak, sejak dari informasi yang sangat santun sampai pada informasi yang sangat vulgar dan bahkan amat amat sangat tabu sekalipun. Oleh karena itu di jaman internet seperti saat ini nyaris dunia tanpa batas, sehingga Kinichi Ohmae memberanikan diri membuat judul bukunya yang laris itu dengan frasa yang provokatif: The End of The Nation State. Kalau kita baca buku itu memang tersirat bahwa negara bangsa semakin pudar, tetapi yang muncul adalah negara dunia, yang kemudian juga melahirkan terminologi borderless world.

Lebih menarik lagi, Thomas L. Friedman menulis buku yang masuk kategori best seller dengan judul: The World is Flat. Padahal untuk menemukan teori bahwa dunial itu yang benar adalah bulat, telah memakan korban nyawa seorang ilmuwan, Galileo (kalau tidak keliru) akibat dipancung penguasa karena berani tidak mengatakan dunia itu datar. Ternyata datarnya dunia oleh klaim Friedman adalah karena hampir semua kejadian di dunia saat ini bisa dilihat dari sebuah layar komputeryang memang datar, baik secara tunda maupun dalam kurun waktu yang sama dengan kejadiannya (real on time). Fenomena ini semua membuat kita harus waspada terhadap anak-anak kita yang pada umumnya sangat maniak memanfaatkan internet, atau yng lebih populer di antara mereka adalah ngeNet.

Apa yang harus diwaspadai? Bagaimana caranya? Yang harus diwaspadai adalah jangan sampai anak-anak kita ketagihan dan kemudian memiliki ketergantungan dengan situs yang tidak mendidik. Banyak sekali situs yang tidak mendidik bagi anak-anak kita. Situs pornografi tersedia secara prasmanan kalau sistem jaringan yang digunkan anak-anak kita tidak memiliki filter untuk mencegahnya. Orang tua sekarang tidak bisa lagi mengklaim bahwa anaknya belum pernah melihat gambar porno, atau bahkan adegan terlarang di ranjang untuk orang dewasa. Hampir semua anak-anak kita sudah melihatnya dalam aktivitas ngeNet itu tadi. Oleh karena itu kita sebagai orangtua tidak perlu panik, kemudian mengisolasi anak-anak kita dari teknologi informatika yang perkembangannya selalu semakin canggih dalam kurun waktu menit saja.

Sekali lagi jangan panik, dan jangan bersikap anti teknologi. Cara untuk melindungi anak-anak kita dari dampak negatif internet dapat dilakukan dengan cara selalu mengadakan klarifikasi nilai kepada anak-anak kita mengenai hal-hal baik-buruk, boleh tidak boleh, manfaat dan mudharat berbagai informasi yang mungkin bisa diperoleh melalui kegiatan ngeNet. Dengan membekali kriteria pilihan-pilihan terhadap informasi yang mereka cari di internet, anak-anak kita akan menjadi mandiri, bisa mengambil keputusan sendiri secara benar bagi dirinya sendiri. Karakter seperti itu perlu kita bangun agar anak-anak ketika ngeNet mampu memilih situs yang memang berguna bagi dirinya, sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan psikologisnya.

Kalau saja anak-anak kita terlalu banyak bergaul dengan internet jika dibandingkan dengan orang di sekelilingnya, perlu juga kita waspadai. Mengapa begitu? Karena menurut hasil penelitian yang banyak dilakukan oleh para ahli e-learning, anak-anak di negara maju saat ini menghadapi gagap pergaulan dengan sesama manusia. Ketika mereka duduk berhadapan dengan jaringan mesin (internet) mereka sangat piawai untuk melakukannya dengan berbagai bahasa simbul ramah tamahnya mesin komputer, dengan berbagai akurasinya, dengan berbagai senda guarunya, dan dengan berbagai kecepatannya. Bahkan di jaringan komputer anak-anak bisa marah, bisa malu, bisa tertawa terbahak-bahak (lol), bisa menyesal dan sebagainya yang semuanya itu dapat diekspresikan melalui tulisan dan/atau simbul-simbul yang diciptakan secara maya. Tidak saja perasaan itu yang bisa mereka lakukan. Bahkan akhir-akhir ini anak-anak di negara maju sudah mulai ada yang bunuh diri dengan sengaja untuk dikatahui oleh para komunitas maya mereka.

Adalah Abraham Briggs, seorang mahasiswa Broward Collage di Miami Amerika serikat telah melakukan bunuh diri sambil ngeNet. Ia memberitahukan para sahabatnya akan bunuh diri. Benar juga apa yang ia katakan. Dua belas jam setelah ia menulis pesan di internet pada pukul 03.00 pagi didapati Briggs terkapar di depan komputernya yang masih tetap on line setelah minum obat keras dengan dosis secara berlebihan.

Fenomena dan perilaku baru yang terjadi ialah, ketika anak-anak terlalu maniak ngeNet ada kecenderungan ia tidak memiliki kecakapan dan kecerdasan sosial yang memadai. Ketika berhadapan dengan jaringan komputer secara maya, ia sangat percaya diri dan memiliki konsep diri yang kuat. Tetapi ketika harus berhadapan dengan masyarakat dan komunitas orang secara nyata, bukan secara maya, dia akan sangat gagap, dan bahkan ”clingus” yang berlebihan. Kalau saja anak-anak kita tidak berhasil membangun jaringan antar manusia, dipastikan masa depannya tidak akan bersinar. Orang yang tidak memiliki jaringan antar sesama manusia dipastikan akan gagal dalam kariernya. Sebaliknya, jaringan komputer harus ditempatkan sebagai instrumen pembantu manusia dalam mengambil keputusan dalam melakukan aktivitasnya di dunia yang nyata.

Jika anak-anak sudah terlalu asyik ngeNet, kita bisa mewaspadainya dengan melihat ke situs mana saja kalau melakukan browsing. Coba sekali waktu lihat browsing history di computer anak-anak kita. Kalau sekiranya browsing history-nya membahayakan bagi mereka, kita harus berbiacara dengan pendekatan klarifikasi nilai bukan pendekatan kekuasaan maupun kebencian. Itulah peliknya tugas orangtua di era dunia tanpa batas. Semoga kita bisa.

Sumber http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/
Selengkapnya...

Jumat, 13 Februari 2009

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi meramalkan sukses terhadap prestasi belajar. Namun IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin sukses di masyarakat

Dalam rangka Seminar Sehari tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Anak dan Kurikulum Berbasis Komputensi di Sekolah Dasar

1. Pengaruh Pendidikan dan Pembelajaran Unggul

Seorang secara genetis telah lahir dengan suatu organisme yang disebut inteligensi yang bersumber dari otaknya. Struktur otak telah ditentukan secara genetis, namun berfungsinya otak tersebut menjadi kemampuan umum yang disebut inteligensi, sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya (Semiawan, C, 1997).Pada kala bayi lahir ia telah dimodali 100 - 200 milyar sel otak dan siap memproseskan beberapa trilyun informasi. Cara pengelolaan inteligensi sangat mempengaruhi kualitas manusianya, tetapi sayang perlakuan lingkungan dalam caranya tidak selalu menguntungkan perkembangan inteligensi yang berpangaruh terhadap kepribadian dan kualitas kehidupan manusia. Ternyata dari berbagai penelitian bahwa pada umumnya hanya kurang lebih 5% neuron otak berfungsi penuh (Clark, 1986).

Lingkungan pendidikan dan berbagai pusat pelatihan serta tempat kerja kita kini juga dipengaruhi oleh lingkungan global yang merupakan berbagai pengaruh eksternal dalam dinamika berbagai aspek kehidupan di dunia, Lingkungan global yang mengadung pengertian tereksposnya kita oleh kehidupan komunitas global menuntut adaptasi masyarakat kita pada kondisi global dan pada gilirannya menuntut adaptasi individu untuk bisa bertahan di masyarakat di mana ia hidup.

Interface antar berbagai stimulus lingkungan melalui interaksi untuk mewujudkan aktualitasasi diri individu secara optimal dalam masyarakat di mana ia hidup dan juga aktualisasi daerah pada masyarakat yang lebih luas, nasional maupun global, inilah yang harus menjadi perhatian pengelola ataupun atasan atas perlakuan subjek SDM, dalam hal kita, para guru dalam perlakuannya terhadap peserta didik. Interaksi yang terjadi dalam prilaku anak-anak kita. Namun secara reciprocal (timbal balik) perlakuan yang diterjadikan adalah cermin kehidupan masyarakat di mana ia hidup.

Menghadapi era global di masa yang akan datang, diharapkan kesadaran tentang reformasi pendidikan memenuhi kondisi masa depan yang dipersyaratkan (necessary condition to be fullfield). Kurun waktu milenium ke 3 dari proses kehidupan manusia sudah berjalan, dan abad ke-21 serta abad ke-22 ini bukan saja merupakan abad-abad baru, melainkan juga peradaban baru. Hal ini dikarenakan betapapun mengalami krisis moneter, Indonesia akan terkena juga oleh restrukturisasi global dunia yang sedang berlangsung. Restrukturisasi dunia, yang terutama ditandai oleh berbagai perubahan dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan aspek kehidupan lain, mempengaruhi setiap insan manusia, laki, perempuan, anak di negara berkembang maupun di negara maju, tidak terkecuali negara Indonesia, dan terutama berdampak terhadap orientasi pendidikan.

2. Perkembangan dan Pengukuran Otak

Sebagaimana tadi dikatakan, maka cara penggunaan sistem kompleks dari proses pengelolaan otak ini sebenarnya sangat menentukan inteligensi maupun kepribadian dan kualitas kehidupan yang dialami seorang manusia, serta kualitas manusia itu sendiri. Untuk meningkatkan kecerdasan anak maka produksi sel neuroglial, yaitu sel khusus yang mengelilingi sel neuron yang merupakan unit dasar otak, dapat ditingkatkan melalui berbagai stimulus yang menambah aktivitas antara sel neuron (synaptic activity), dan memungkinkan akselerasi proses berfikir(Thompsn, Berger, dan Berry, 1980 dalam Clark, 1986). Dengan demikian inteligensi manusia dapat ditingkatkan, meskipun dalam batas-batas tipe inteligensinya.

Secara biokimia neuron-neuron tersebut menjadi lebih kaya dengan memungkinkan berkembangnya pola pikir kompleks. Juga banyak digunakan berkembangnya aktivitas "Prefrontal cortex" otak, sehingga terjadi perencanaan masa depan, berfikir berdasarkan pemahaman dan pengalaman intuitif, Prefrontal cortex yang terutama tumbuh pada ketika anak berumur duabelas sampai enambelas tahun mencakup juga kemampuan melihat perubahan pola ekstrapolasi kecendrungan hari ini ke masa depan; regulasi diri serta strategi "biofeedback" dan meditasi; berfikir sistem analisis;yang merupakan aspek-aspek bentuk tertinggi kreativitas serta memiliki kepekaan sosial, emosional maupun rasional (Goodman, 1978, dalam Clark, 1986). Sifat-sifat manusia ini banyak terkait dengan sifat-sifat inisiatif dan dorongan mencapai kemandirian dan keunggulan.

Otak dewasa manusia tidak lebih dari 1,5 kg, namun otak tersebut adalah pusat berfikir, perilaku serta emosi manusia mencerminkan seluruh dirinya (selfhood), kebudayaan, kejiwaan serta bahasa dan ingatannya. Descartes pusat kesadaran orang, ibarat saisnya, sedangkan badan manusia adalah kudanya. Meskipun kemudian ternyata, bahwa perilaku manusia juga dipengaruhi oleh ketidaksadarannya (freud dalam Zohar, 2000:39), kesadaran manusia yang oleh Freud disebut rasionya merupakan kemampuan umum yang mengontrol seluruh perilaku manusia. Berbagai penelitian kemudian membuktikan bahwa kemampuan rasional tersebut biasa diukur dengan IQ (Intelligence Quetient). Meskipun kini terbukti bahwa orang memiliki lebih dari satu inteligensi menurut teori Gardner ada 8 (teori Multiple Intelligence), ukuran yang disebut IQ mengukur kemampuan umum yang bersifat tunggal masih sering dipakai untuk menandai kemampuan intelektual dan prestasi belajar. Ternyata bahwa otak tersebut masih menyimpan berbagai kemungkinan lain.

"Celebral Cortex" otak dibagi dalam dua belahan otak yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut "corpus callosum". Belahan otak kanan menguasai belahan kiri badan, sedangkan belahan otak kiri menguasai belahan kanan badan. Respons, tugas dan fungsi belahan kiri dan kanan berbeda dalam menghayati berbagai pengalaman belajar, sebagaimana seorang mengalami realitas secara berbeda-beda dan unik. Belahan otak kiri terutama berfungsi untuk merespons terhadap hal yang sifatnya linier, logis, teratur, sedangkan yang kanan untuk mengembangkan kreativitasnya, mengamati keseluruhan secara holistik dan mengembangkan imaginasinya. Dengan demikian ada dua kemungkinan cara berfikir, yaitu cara berfikir logis, linier yang menuntut satu jawaban yang benar dan berfikir imaginatif multidimensional yang memungkinkan lebih dari satu jawaban.

3. Kecerdasan (Inteligensi) Emosional
* Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi meramalkan suskse terhadap prestasi belajar. Namun IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin sukses di masyarakat (Segal, 1997:14). Pada permulaan tahun sembilan puluhan berbagai penelitian menunjukkan (Segal, 1997:5) bahwa diinspirasi oleh berbagai psikolog humanis seperti Maslow, Rollo May, Carl Rogers yang sangat memperhatikan segi-segi subyektif (perasaan) dalam perkembangan psikolog, eksplorasi tentang emosi telah menunjuk pada sumber-sumber emosi (Segal, 1997, Goleman, 1995).

Ternyata bahwa emosi selain mengandung persaan yang dihayati seseorang, juga mengandung kemampuan mengetahui (Menyadari) tentang perasaan yang dihayati dan kemampuan bertindak terhadap perasaan itu. Bahkan pada hakekatnya emosi itu adalah impuls untuk bertindak.

Goleman menyatakan bahwa selain rational mind, seorang memiliki an emotional main yang masing-masing diukur oleh IQ dan EQ dan bersumber masing-masing dari head dan heart. kedua kehidupan mental tersebut, meskipun berfungsi dengan cara-caranya sendiri, bekerjasama secara sinergis dan harmonis.

* Homo sapiens yang memiliki neocortex(otak depan) yang merupakan sumber rasio, yaitu otak depan, terdiri dari pusat-pusat yang memahami dan mendudukan apa yang diamati oleh alat dria kita. Dalam evolusi tentang pengtahuan kemampuan organisma, ternyata bahwa penanjakan kehidupan manusia dalam peradaban dan kebudayaan adalah kerja neocortex yang ternyata juga menjadi sumber kemampuan seseorang untuk perencanaan dan strategi jangka panjang dalam mempertahankan hidup (Goleman, 1995:11).

Perkembangan ini menjadi otak memiliki nuansa terhadap kehidupan emosional seseorang. Struktur lymbic (sumsum tulang belakang) menghidupkan perasaan tentang kesenangan dan keinginan seksual, yaitu emosi yang mewujudkan sexual passion. Namun keterkaitan sistem lymbic tersebut dengan neocortex menumbuhkan hubungan dasar ibu-anak, yang menjadi landasan untuk unit keluarga dan commitment jangka panjang untuk membesarkan anak (spesi yang tidak dimiliki organisma ini seperti binatang melata, tidak memiliki kasih sayang) dan sering membunuh dan /atau menghancurkan anaknya sendiri. Masa anak dan masa belajar panjang (long childhood) bersumber dari saling keterhubungan neuron-neuron dalam 'pabrik' otak ini.

* Amygdala adalah neuron yang mewujudkan struktur keterhubungan di atas brainstem dekat dasar dari limbic ring(cincin sumsum tulang belakang antara emosi dan rasio). Amygdala adalah tempat penyimpanan memori emosi.

Joseph Le Doux, neoroscientist dari Center for Neural Scince New York University menemukan peran penting amygdala dalam otak emosional. Amygdala menerima input langsung melalui alat dria dan memberikan signal kepada neocortex, namun juga dapat memberikan respons sebelum tercatat di neocortex. Jadi ada kemungkinan respons manusia sebelum ia berfikir.
Selengkapnya...

Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar

Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar

Abstract: Guru sekolah dasar setahap demi setahap harus makin profesional. Tujuan akhir peningkatan kemampuan profesional guru adalah bertumbuhkembangnya profesionalisme. Karena itu, peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan profesional dan sekaligus pembinaan komitmennya. Peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan tugas belajar, dan pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya.

Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah dasar, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar perlu dilakukan secara kontinu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan.

Kedua, ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan kemampuan professional guru merupakan hak setiap guru. Artinya setiap pegawai berhak mendapatkan pembinaan secara kontinu, apakah dalam bentuk supervisi, studi banding, tugas belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Demikian pula, guru sekolah dasar berhak mendapatkan pembinaan. Guru sekolah dasar swasta berhak mendapatkan pembinaan professional dari yayasan, sedangkan guru sekolah dasar negeri berhak mendapat pembinaan professional dari departemen atau dinas yang berwenang. Oleh karena pembinaan itu merupakan hak setiap pegawai di sekolah dasar, maka peningkatan kemampuan professional guru juga dapat dianggap sebagai pemenuhan hak. Pemenuhan hak tersebut, bilamana dapat dilakukan sebaik-baiknya, guru sekolah dasar tidak hanya semakin mampu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, melainkan juga semakin puas, memiliki moral atau semangat kerja yang tinggi dan disiplin.

Ketiga, ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah dasar yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru mengandung resiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung resiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan dilaksanakan secara professional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh jaringan listrik dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secara kontinu. Di sinilah pentingnya peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar dalam rangka keselamatan kerja mereka.

Keempat, peningkatan kemampuan professional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah di sekolah dasar. Sebagaimana ditegaskan di muka, bahwa salah satu ciri implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah kemandirian dari seluruh stakeholder sekolah dasar, salah satunya dari guru. Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan professional kepada dirinya.

PENGERTIAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU

Secara sederhana peningkatan kemampuan professional guru bisa diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. Kematangan, kemampuan mengelola sendiri, pemenuhan kualifikasi, merupakan ciriciri profesionalisme. Oleh karena itu, pengingkatan kemampuan professional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional.

PRINSIP-PRINSIP PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU

Konsisten dengan penjelasan di atas, ada dua prinsip mendasar berkenaan dengan aktivitas peningkatan kemampuan professional guru di sekolah dasar.

Pertama, peningkatan kemampuan propesional guru itu merupakan upaya membantu guru yang belum professional menjadi professional, jadi peningkatan kemampuan professional guru itu merupakan bantuan professional. Di satu sisi, bantuan professional berarti sekedar bantuan, sehingga yang seharusnya lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan adalah guru itu sendiri, artinya guru itu sendiri yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Demikian pula dalam hal bantuan yang diperlukan tergantung pada permintaan pegawai itu sendiri. Walaupun sekedar bantuan, yang berwenang harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut secara professional. Itulah yang disebut dengan bantuan profesional. Di sisi lain bantuan profesional berarti tujuan akhirnya adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai.

Kedua, Peningkatan kemampuan profesional guru tidak benar bilamana hanya diarahkan kepada pembinaan kemampuan pegawai. Prinsip dasar kedua tersebut didasarkan pada prinsip pertama di atas bahwa tujuan akhir pembinaan pegawai adalah bertumbuh kembangnya profesionalisme pegawai. Menurut Glickman (1981), guru yang profesional memiliki dua ciri, yaitu tingkat abstraksi (kemampuan) yang tinggi dan tingkat komitmen yang tinggi. Oleh karena itu pembinaan pegawai di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya.

PROSES PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU

Sepintas sebenarnya dapat ditetapkan bahwa peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar dapat dikelompokan menjadi dua macam pembinaan. Pertama, pembinaan kemampuan pegawai sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi, dan tugas belajar. Kedua, Pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya. Peningkatan kemampuan profesional guru dibahas di dalam hal ini, sedangkan pembinaan komitmen atau motivasi, atau moral kerja guru dibahas di dalam bab lain, namun agar pelaksanaannya dapat efektif dan efesien, program peningkatan mutu kemampuan profesional guru di sekolah dasar sebaiknya melalui langkah-langkah yang sistematis yakni sebagai berikut: (1) mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru kelas, dan guru mata pelajaran, (2) menetapkan program peningkatan kemampuan profesional guru yang diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan, kesulitan dan masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru kelas dan guru mata pelajaran, (3) merumuskan tujuan program peningkatan kemampuan profesional guru yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan. Rumusan harus operasional sehingga pencapaianya dapat dengan mudah diukur pada akhir pelaksanaan program, (4) menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (5) menetapkan serta merancang materi dan media yang akan digunakan dalam peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (6) menetapkan bentuk dan pengembangan instrument penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (7) menyusun dan mengalokasikan anggaran program peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran, (8) melaksanakan program peningkatan kemampuan profesional guru dengan materi, metode, dan media yang telah ditetapkan dan dirancang, (9) mengukur keberhasilan program peningkatan kemampuan profesional guru, dan (10) menetapkan program tindak lanjut peningkatan kemampuan profesional guru kelas dan guru mata pelajaran.

Sementara ini, seringkali pembinaan pegawai sekolah dasar, khususnya kepala dan guru sekolah dasar, dilakukan melalui penataran. Mereka seringkali terpaksa harus meninggalkan sekolah untuk mengikuti penataran yang diadakan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kantor Departemen Kotamadya/Kabupaten (Sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten). Padahal sebenarnya banyak sekali teknik yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan mereka. Beberapa teknik yang dimaksud diantaranya berupa bimbingan, latihan, kursus, pendidikan formal, promosi, rotasi, jabatan, konferensi, rapat kerja, penataran, loka karya, seminar, diskusi dan studi khusus. Walaupun banyak sekali teknik yang dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan pegawai sekolah dasar penggunaannya harus dipertimbangkan sebaik-baiknya. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih teknik pengembangan peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar yaitu: (1) guru yang akan dikembangkan, (2) kemampuan guru yang akan dikembangkan, dan (3) kondisi lembaga, seperti dana, fasilitas dan orang yang bisa dilibatkan sebagai pelaksana.

PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI SUPERVISI PENDIDIKAN

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dasar dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran Pendidikan Agama, guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan guru lainnya adalah supervisi pendidikan yang dilakukan secara terus-menerus. Dilakukannya supervisi dalam rangka peningkatan kemampuan profesional guru sesuai dengan fungsi supervisi itu sendiri. Menurut Sergiovanni (1987), ada tiga fungsi supervisi pendidikan di sekolah, yaitu fungsi pengembangan, fungsi motivasi, dan fungsi kontrol. Dengan fungsi pengembangan berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Dengan fungsi motivasi berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat menumbuh kembangkan motivasi kerja guru. Dengan fungsi kontrol berarti supervisi pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, memungkinkan supervisor (kepala sekolah dan pengawas TK/SD) melaksanakan kontrol terhadap pelaksanaan tugas-tugas guru.

Hakekat Supervisi Pendidikan

Secara sederhana, supervisi pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses pemberian layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan proses pembelajaran secara efektif dan efesien. Berikut ini dikemukan beberapa definisi supervisi pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh para pakar supervisi pendidikan.

Instruktional supervision is here in defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way as to facilitate pupil learning and achieve the goals organization ( Alfonso, Firth & Neville, 1981;43) Supervision is what school personnel do with adults and things for the purpose of maintaining or changing the operation of the school in order to directly influence the attainment of major instructional goals of the school ( Harris & Bessent, 1969;11).

Berdasarkan definisi tersebut, ada tiga ciri supervisi pendidikan. Pertama, Supervisi pendidikan merupakan sebuah proses. Oleh karena merupakan proses, ada langkah-langkah yang harus ditempuh oleh kepala sekolah dasar atau pengawas TK/ SD dan Pembina lainnya dalam melaksanakan supervisi pendidikan di sekolah dasar. Langkah-langkah yang dimaksud adalah langkah-langkah supervisi pendidikan yang diuraikan secara singkat pada bab ini juga. Kedua, supervisi merupakan aktivitas membantu guru mengikatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya dalam mengelola proses belajar mengajar. Konsep ini sekaligus menunjukan bahwa pemeran utama dalam meningkatkann kemampuan guru bukan kepala sekolahnya, bukan pula pengawas TK/ SD atau pembina lainnya, melainkan guru sendiri, sedangkan kepala sekolahnya, pengawas TK/ SD dan pembina lainnya berperan sebagai pembantu. Walaupun demikian seandainya ada guru yang tidak memiliki kemauan untuk mengembangkan dirinya, maka kepala sekolah, pengaws TK/ SD atau Pembina lainnya harus mendorongnya agar berkemauan keras dalam meningkatkan kemampuannya. Ketiga, Tujuan akhir supervisi pendidikan adalah guru semakin mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila mencapai tujuan instruksional khusus. Proses pembelajaran dikatakan efisien apabila menggunakan sarana dan prasarana atau sumber daya yang efisien.

Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan

Supervisi pendidikan di sekolah dapat berfungsi untuk pengembangan, motivasi, dan kontrol apabila dilaksanakan dengan memegang teguh prinsip-prinsip tertentu sebagaimana telah banyak dikemukan oleh para pakar supervisi pendidikan atau supervisi pengajaran, seperti Alfonso (1979), Sergiovanni (1987), Daresh (1989), Glickman (1981) dan Gwynn (1961). Prinsip-prinsip yang dimaksud di sini adalah sebagai berikut.

Pertama, Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusian yang harmonis, Hubungan kemanusian yang sebaiknya diciptakan adalah hubungan yang bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru melainkan juga dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi. oleh karena itu, dalam pelaksanaan supervisi di sekolah dasar, kepala sekolah, pengawas TK/ SD dan pembina lainnya harus memiliki sifat-sifat seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur konsisten, sabar, antusias dan penuh humor.

Kedua, Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan,. Supervisi pendidikan bukan tugas yang bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi pendidikan itu merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program pendidikan. Apabila guru telah berhasil mengembangkan kemampuannya tidak berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Demikian itu logis, mengingat masalah proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.

Ketiga, Supervisi pendidikan harus demokratis, Supervisi tidak boleh mendominasi aktif dan kooperatif. Kepala Sekolah dan pengawas TK/SD harus secara aktif melibatkan guru yang dibinanya. Oleh karena itu, program supervisi sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan kepala sekolah dan guru yang di supervisi dan pihak yang terkait di bawah koordinasi supervisor.

Keempat, Program supervisi pendidikan harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan program pendidikan sekolah dasar, walaupun mungkin saja ada penekan pada aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan sistem penyelenggaraan sekolah dasar sebelumnya. Kelima, supervisi pendidikan harus konstrutif. Supervisi pendidikan bukanlah mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses supervisi terdapat kegiatan penilaian untuk kerja guru dalam menjalankan tugasnya. Namun, tujuan penilainan tersebut bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk mengetahui aspek-aspek yang perlu dikembangkan.

Keenam, Supervisi pendidikan harus objektif yakni dalam menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi keberhasilan program supervisi pendidikan. Objektivitas dalam penyusunan program supervisi berarti bahwa program supervisi harus berdasarkan pada kebutuhan nyata pengembangan profesionalisme pegawai SD. Evaluasi keberhasilan program supervisi pendidikan juga harus objektif.

Teknik-teknik Supervisi Pendidikan

Menurut Gwynn (1961), teknik supervisi itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik perorangan (individual devices) dan teknik kelompok (group devices). Teknik supervisi individual adalah semua teknik yang digunakan dalam memberikan supervisi terhadap guru secara perorangan. Menurut Gwynn, teknik-teknik supervisi yang tergolong sebagai teknik supervisi individual meliputi kunjungan kelas, percakapan pribadi, kunjungan antar kelas, dan penilaian diri sendiri. Uraian singkat dan garis besar keempat teknik tersebut dipapar berikut ini.

Kunjungan Kelas. Sebagai teknik supervisi perorangan pertama adalah kunjungan kelas (classroom visitation). Kunjungan kelas bisa dilakukan oleh kepala sekolah dasar, pengawas TK/SD, atau pembina lainnya dengan cara masuk atau mengunjungi kelas-kelas tertentu untuk melihat guru yang sedang mengelola proses pembelajaran. Begitu melihat adanya guru yang mengalami kesulitan, kepala sekolah dasar, pengawas TK/SD atau Pembina lainnya bisa membantunya. Kunjungan kelas tersebut bisa dengan cara terlebih dahulu memberitahukan guru yang kelasnya akan dikunjungi, sehingga guru yang bersangkutan bisa mempersiapkan terlebih dahulu. Namun, bisa juga kunjungan kelas tersebut dilakukan dengan tanpa terlebih dahulu memberitahu guru yang bersangkutan.

Percakapan Pribadi. Percakapan pribadi bisa berupa percakapan secara peroranagan antara supervisor dengan guru. Di sekolah dasar percapakapan pribadi itu bisa berupa percakapan antara kepala sekolah dengan guru mata pelajaran pendidikan Agama atau pengawas TK/ SD dengan guru kelas VI. ada beberapa macam percakapan pribadi yang dapat dibudayakan di sekolah dasar dalam rangka pembinaan profesionalime guru di sekolah. Pertama, percakapan pribadi setelah kunjungan. Begitu kepala sekolah dan pengawas TK/SD telah selesai melakukan pengamatan terhadap guru kelas VI yang sedang mengelola proses pembelajaran, pengawas tersebut mengadakan percakapan pribadi dengan guru yang telah diobservasi dalam rangka membicarakan apa yang telah diamati. Kedua, Percakapan pribadi seharihari yang disebut juga percakapan informal. Beberapa contoh percakapan seharihari adalah percakapan yang seringkali terjadi pada saat-saat sebelum mengajar, waktu istirahat, atau saat perjalanan pulang antara kepala sekolah dengan guru.

Kunjungan Antar Kelas. Kunjungan antar kelas adalah kegiatan saling mengunjungi antara guru yang satu dengan guru yang lainnya. Dalam hal ini, kepala sekolah dapat mendorong seorang guru kelas I, misalnya; untuk mengunjungi guru kelas IV. Bisa juga antar sekolah, di mana kepala sekolah mendorong guru kelas III untuk mengunjungi atau melihat guru kelas III sekolah terdekat dalam mengajar.

Penilaian Sendiri. Sebagi teknik supervisi perorangan yang ke empat adalah menilai diri sendiri (self evaluation). Dengan teknik ini berarti kepala sekolah dasar atau pengawas TK/SD memberikan supervisi kepada guru dengan cara menyarankan guru tersebut melakukan penilaian terhadap diri sendiri. Dengan melakukan penilaian terhadap diri sendiri diharapkan guru melihat keterbatasan dirinya dan berusaha mengatasinya. Tugas kepala sekolah dan pengawas TK/ SD adalah menyiapkan instrumen penilaian diri sendiri yang dapat digunakan guru.

Teknik supervisi kelompok adalah semua teknik supervisi yang digunakan dalam memberikan supervisi kepada guru secara berkelompok. Menurut Gwynn (1961) ada beberapa teknik supervisi secara kelompok yaitu kepanitian, mengikuti kursus, laboratorium kurikulum, bacaan terpimpin, demonstrasi pembelajaran, perjalanan staf, kuliah, diskusi panel, perpustakaan profesional, buletin supervisi, pertemuan guru, lokakarya. Aplikasi keseluruhan teknik tersebut di sekolah dasar secara singkat diuraikan berikut ini.

Kepanitiaan, yaitu dengan mengikutsertakan guru sekolah dasar sebagai panitia kegiatan yang diadakan sekolah dasar. Dengan sering kali ikut serta dalam kepanitiaan, mereka dalam meningkatkan wawasannya, mengembangkan ketrampilannya dalam bekerja sama dengan orang lain atau kerja kelompok (team work). Demikian pula dengan ikut serta dalam kepanitiaan, mereka dapat mengembangkan sikap, menerima menghargai pendapat dan karya orang lain. Dengan demikian, kemampuan, ketrampilan, dan sikap mereka tumbuh dengan berkembang.

Kursus, yaitu dengan memberikan kesempatan, menyarankan atau memerintahkan kepada guru sekolah dasar agar mengikuti kursus yang dapat mengembangkan kemampuannya dalam menjalankan tugas.

Laboratorium kurikulum, yaitu dengan menyelenggarakan laboratorium yang dapat dijadikan kegiatan bagi guru sekolah dasar untuk memperoleh bermacam-macam bahan pembelajaran, gambar dan berlatih rancang dan menggunakan metode dan media pembelajaran dalam upaya mengembangkan wawasan dan ketrampilan mengelola kegiatan pembelajaran bagi anak.

Bacaan terpimpin, yaitu dengan memberikan sebuah atau beberapa buku kepada guru sekolah dasar agar dibaca secara seksama. Misalnya saja ada seorang guru yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan kisikisi soal sumatif. Kepala Sekolah Dasar atau Pengawas TK/SD bisa menunjukan buku tertentu yang menguraikan tektik-teknik pengembangan kisikisi soal sumatif agar dibaca oleh guru yang bersangkutan. Setelah membaca mereka diminta membuat rangkuman atau laporan kepada kepala sekolah dasar atau pengawas TK/SD. apabila ada isi buku yang tidak dipahami guru bisa menanyakan kepada pengawas TK/ SD.

Demonstrasi pembelajaran, yaitu dengan cara menunjukan cara mengelola pembelajaran yang baik. Misalnya ada seorang guru kelas V yang mengalami kesulitan media tertentu. Kepala sekolah dasar atau pengawas TK/SD dapat mendemonstrasikan teknik tersebut di depan kelas sehingga dapat dilihat dicontoh oleh guru yang bersangkutan.

Perjalanan staf, yaitu dengan cara membawa guru mengunjungi tempat tertentu, misalnya dengan cara mengajak semua guru mengunjungi sekolah dasar unggulan. Dengan kunjungan tersebut diharapkan mereka dapat melihat praktek penyelenggaraan sekolah dasar unggulan dan berusaha mencoba dilembaganya sendiri.

Diskusi panel, yaitu mengembangkan kemampuan guru melalui diskusi panel. Diskusi panel tersebut bisa diselenggarakan sendiri oleh pengawas TK/ SD, misalnya di Kecamatan A terdapat banyak sekali guru kelas rendah, yang kurang mampu dalam mengelola kelas. Pengawas TK/SD dapat menyelenggarakan diskusi panel tentang pengelolaan kelas rendah yang efektif.

Perpustakaan Profesional, yaitu dengan cara menyelenggarakan perpustakaan yang dapat dimanfaatkan guru untuk mengembangkan kemampuannya.

Organisasi profesional yaitu menyarankan guru agar mengikuti organisasi profesional, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Dengan mengikuti organisasi profesional, guru bisa saling bertukar fikiran dan pengalaman dengan guru lainnya.

Buletin supervisi, yaitu sebuah buletin yang diterbitkan supervisor sematamata untuk memberikan supervisi kepada guru, sehingga diharapkan pengetahuan guru sekolah dasar menjadi berkembang.

Sertifikasi guru, yaitu mengikutsertakan guru dalam mengikuti program sertifikasi. Misalnya di sekolah dasar swasta yang bernuansa ke Islaman terdapat guru kelas lulusan Diploma II Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Karena yang bersangkutan ditugaskan menjadi guru kelas, seharusnya yang bersangkutan berkualifikasi Diploma II PGSD. Dalam rangka itu yang bersangkutan bisa diikutsertakan dalam program sertifikasi. Tugas belajar atau kuliah dalam rangka peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar, misalnya diberi beasiswa untuk mengikuti pendidikan sarjana (S1).

Pertemuan guru, yaitu dengan cara mengikutsertakan dalam acara rapat guru sekolah dasar, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga. Di dalam lembaga biasanya berbentuk rapat supervisi yang biasa diadakan pada setiap sabtu. Sedangkan di luar lembaga berupa pertemuan yang diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Guru (KKG).

Beberapa Pendekatan dalam supervisi Pendidikan

Secara gari besar ada tiga pendekatan dalam supervisi pendidikan, yaitu pendekatan langsung (directive approach), pendekatan tidak langsung (non directive approach), pendekatan kolaburatif (collaborative approach).

Pendekatan langsung adalah sebuah pendekatan supervisi, dimana dalam upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/ SD dan pembina lainnya lebih besar daripada peran guru yang bersangkutan. Pendekatan tidak langsung adalah sebuah pendekatan supervisi, di mana dalam upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/SD, dan Pembina lainnya lebih kecil daripada peran guru yang bersangkutan. Pendekatan kolaburatif adalah sebuah pendekatan supervisi, dimana dalam upaya peningkatan kemampuan guru peran kepala sekolah, pengawas TK/SD dan Pembina lainnya sama besarnya dengan peran guru yang bersangkutan.

Penggunaan pendekatan tersebut disesuaikan dengan dua karakeristik guru yang akan diberi supervisi, yaitu tingkat abstraksi guru (level of teacher commitment). Daya abstraksi guru bisa tinggi, sedang dan rendah. Pendekatan supervisi yang digunakan harus disesuaikan dengan tinggirendahnya daya abstraksi dan komitmen guru yang disupervisi. Guru yang memiliki daya abstraksi dan komitmen yang rendah sebaiknya disupervisi dengan pendekatan langsung. Guru yang memiliki daya abstraksi yang rendah tetapi komitmennya tinggi sebaiknya disupervisi dengan pendekatan kolabutratif. Guru yang memiliki daya abstraktif yang tinggi tetapi komitmennya rendah sebaiknya disupervisi dengan pendekatan kolaburatif. Guru yang memiliki daya abstraktif dan komitmen yang tinggi sebaiknya disupervisi dengan pendekatan tidak langsung.

Bagaimana melakukan supervisi Pendidikan?

Ada enam langkah yang sebaiknya ditempuh kepala seklolah dasar, pengawas TK/ SD, dan Pembina lainnya dalam melakukan supervisi pendidikan di sekolah dasar, yaitu (1) analisis kebutuhan supervisi (analisis kemampuan guru), (2) analisis karakteristik (daya abstaksi dan komitmen ) guru, (3) identifikasi teknik dan media supervisi yang akan digunakan, (4) persiapan pelaksanaan supervise, (5) pelaksanaan supervise, dan (6) evaluasi hasil supervisi.


PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI PROGRAM SERTIFIKASI

Dalam berbagai kunjungan ke propinsi-propinsi di Indonesia, penulis seringkali menemukan adanya guru sekolah dasar swasta yang gurugurunya belum memenuhi kualifikasi sebagai guru sekolah dasar. Mereka memang sarjana pendidikan dan memiliki gelar sarjana pendidikan (S.Pd), misalnya; Sarjana Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran. Sebenarnya mereka, walaupun telah sarjana pendidikan, tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi guru kelas sekolah dasar. Namun, karena memiliki hubungan keluarga dengan yayasan yang memiliki sekolah dasar swasta tersebut, yang bersangkutan diangkat sebagai guru kelas.

Realita lainnya yang didapat penulis dalam berbagai kunjungan ke lembagalembaga pendidikan di beberapa propinsi di Indonesia adalah terdapatnya guru kelas Madrasah Ibtidaiyah yang belum memenuhi kualifikasi normal sebagai guru kelas. Banyak ditemukan adanya guru kelas pada madrasah ibtidaiyah yang telah berkualifikasi Deploma II, namun bukan dalam bidang guru kelas Program Guru Sekolah Dasar (PGSD), melainkan dalam bidang pendidikan agama Program Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Oleh karena itu walaupun mereka itu telah lulus dari program deploma II PGMI, mereka tetap dapat dianggap belum memiliki SIM untuk menjadi guru kelas di Madrasah Ibtidaiyah.

Pembinaan bagi mereka (dalam realitas pertama dan kedua di atas) itu tidak sekedar dalam bentuk supervisi, seperti kunjungan kelas, laboratorium kurikulum, perpustakaan jabatan, dan melalui teknik supervisi lainnya, melainkan juga melalui program sertifikasi. Program sertifikasi ini, khusus bagi guru kelas madrasah ibtidaiyah mulai dicoba untuk diterapkan melalui Proyek Peningkatan Pendidikan Dasar di Jawa Barat, Sumatra Utara, Riau, Bengkulu, Sulawesi Selatan, dan Maluku dalam rangka menunjang keberhasilan program peningkatan mutu pendidikan dasar.

Tujuan dan Target akhir Program Sertifikasi


Program sertifikasi ini bertujuan untuk menyiapkan tenaga guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang berkualitas. Melalui program sertifikasi, kemampuan guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah meningkat dan memiliki kualifikasi sebagai guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. Hasil yang diharapkan melalui program sertifikasi tersebut adalahtersedianya tenaga guru terdidik/terlatih pada sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang memiliki kualifikasi guru kelas dan guru bidang studi dan meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan tenaga guru pada sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah.

Kurikulum Sertifikasi

Kurikulum dan pedoman belajar mengajar yang digunakan dalam program sertifikasi ini sepenuhnya mengacu pada ketentuan yang berlaku pada program Diploma II PGSD di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk. Namun, tidak semua mata kuliah pada program Diploma II PGSD harus diikuti, sebab peserta sertifikasi ini adalah guru sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang sudah sarja pendidikan atau telah lulus mengikuti Program Diploma II PGMI. Menurut penulis, mata kuliah sertifikasi ini hanya berkenaan dengan pengelolaan kelas, mata pelajaran yang diebtanaskan di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah. oleh karena itu, kurikulum sertifikasi ini harus disepakati bersama antara sekolah yang mengirimkan gurugurunya dengan penyelenggara sertifikasi.

.

Penyelenggara Sertifikasi

Penyelenggara pendidikan sebaiknya dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Oleh karena guru yang mengikuti program sertifikasi tersebut kemungkinan besar masih dituntut mengajar, sebaiknya LPTK yang ditunjuk sekolah sebagai penyelenggara program sertifikasi tersebut adalah LPTK yang berada di Kabupaten/ Kota di mana sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah itu berada.

Penyelenggara pendidikan ini dilaksanakan atas dasar kontrak kerjasama yang akan dilakukan antara sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah sebagai pemberi kerja dengan LPTK yang bersangkutan sebagai pelaksana kerja. Bisa jadi LPTK tidak bersedia mengembangkan program sertifikasi tersebut bilamana jumlah guru sebagai pesertanya sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut program sertifikasi ini diperuntukan bagi sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah sekecamatan atau sekabupaten/kota, sehingga kontrak kerjanya bukan antara sekolah dasar dengan LPTK, melainkan antara Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kecamatan atau Kepala Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dengan PKTK penyelenggara. Kontrak kerja sama tersebut akan meliputi jumlah peserta, jumlah biaya yang diperlukan, jenis-jenis materi pendidikan yang diberikan, selain mata pelajaran yang di ebtanaskan sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, diberikan juga materi pengelolaan kelas, psikologi perkembangan anak, perencanaan pembelajaran dan materi lain di LPTK, dan fasilitas-fasilitas penunjang yang akan disediakan.

.

Guru Program Sertifikasi

Sebagaimana telah ditegaskan di atas bahwa program sertifikasi diperuntukkan bagi guru kelas dan guru mata pelajaran sekolah dasar dan guru madrasah ibtidaiyah yang menempuh pendidikan diploma II kependidikan atau meraih gelas sarjana pendidikan, namun belum mengikuti Program Diploma II PGMI, bukan PGSD, atau guru kelas madrasah ibtidaiyah yang telah Diploma II PGMI, PGSD. Kasus tersebut banyak terjadi pada sekolah dasar swasta, seperti madrasah ibtidaiyah. Namun mereka tidak dapat begitu saja diikutsertakan dalam program sertifikasi tersebut. Menurut penulis, guru yang diikutsertakan dalam program sertifikasi ini adalah mereka yang (1) berusia tidak lebih dari 45 tahun, sehingga masih bisa diharapkan untuk mengajar dalam waktu yang cukup lama begitu lulus dari program sertifikasi, (2) telah mengajar pada sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah yang bersangkutan, sedikitnya lima tahun, dan telah menunjukkan dedikasi yang tinggi sebagai guru, dan (3) bersedia mengikuti peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh program.

Pelaksanaan Program Sertifikasi

Program sertifikasi merupakan salah satu bentuk pembinaan profesionalisme guru yang melibatkan banyak pihak, seperti sekolah, guru, Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota dan LPTK. Oleh karena itu, program tersebut harus diselenggarakan dengan sistematis. Langkah-langkah berikut merupakan satu contoh proses pelaksanaannya. Pertama, kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota, berdasarkan usulan dari sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah, mendaftar guruguru yang diprogramkan untuk mengikuti program sertifikasi. Kedua, kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota mengirimkan namanama guru yang diikutsertakan dalam program sertifikasi guru tersebut ke LPTK tertentu yang akan ditunjuk. Ketiga, LPTK yang ditunjuk melakukan seleksi penerimaan (prosedur administratif) calon peserta program sertifikasi dan memberitahukan hasilnya kepada Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota. Keempat, peserta yang telah dinyatakan diterima harus menandatangani surat perjanjian untuk mengikuti program ini dengan baik dan sungguh-sungguh. Isi perjanjian bertujuan untuk memperoleh komitmen peserta agar melaksanakan tugasnya dengan baik, baik pada saat mengikuti pendidikan maupun setelah selesai pendidikan. Setelah selesai yang bersangkutan diwajibkan untuk menjadi guru kelas dimadrasah ibtidaiyah dan guru bidang studi madrasah ibtidaiyah minimal 6 tahun. Kelima, kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota melakukan negosiasi dengan LPTK yang bersangkutan tentang segala sesuatu yang akan dikerjakan bersama. Keenam, penandatangan kontrak yang telah disepakati akan dilaksanakan antara Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/ Kota dengan LPTK. Ketujuh, pelaksanaan program sertifikasi oleh LPTK. Kedelapan, dalam rangka pengendalian program, Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota perlu melakukan observasi secara rutin terhadap penyelenggaran sertifikasi tersebut. Kesembilan, pada akhir pelaksanaan LPTK penyelenggara sertifikasi berkewajiban melaporkan hasil kegiatannya secara tertulis kepada Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota.

Surat Tanda Tamat Pendidikan


Pada akhir pelaksanaan program sertifikasi LPTK penyelenggara mengeluarkan ijazah. Ijazah sebagai alat bukti yang sah bahwa yang bersangkutan telah mengikuti program sertifikasi guru kelas (setara D2) yang diselenggarakan oleh LPTK yang bersangkutan. Kepada peserta yang dianggap berhasil mengikuti pendidikan ini akan diberikan ijazah sesuai dengan tingkat pendidikannya.

PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI PROGRAM TUGAS BELAJAR

Lahirnya kepmendikbud No. 0854/0/89 berarti kualifikasi guru sekolah dasar itu adalah Diploma II PGSD. Implikasi dari keputusan tersebut maka guru sekolah dasar lulusan SPG atau PGA perlu ditugas belajarkan dalam bentuk program penyetaraan Diploma II PGSD. Sementara pada jumlah sekolah dasar unggulan ditemukan adanya kecenderungan diterapkannya peraturan kepegawaian bahwa seorang guru sekolah dasar tidak cukup berkualifikasi Diploma II PGSD. Pada Sekolah dasar tersebut, kualifikasi kepala sekolah dan gurugurunya harus sarjana pendidikan Strata 1. Bahkan dalam rangka membina profesionalisme pegawainya, yayasan yang menaunginya berusaha menyekolahkannya ke LPTK.

Semua yang dilakukan untuk menyekolahkan guru sekolah dasar di atas, baik dalam bentuk program penyetaraan Diploma II PGSD maupun menyekolahkannya ke LPTK dimaksud untuk meningkatkan profesionalisme guru. Oleh karena itu tugas belajar dapat ditempuh dalam rangka pembinaan profesionalisme pegawai di sekolah dasar.

Tujuan Program Tugas Belajar

Ada tiga tujuan yang dapat dicapai dengan pemberian tugas belajar kepada guru di sekolah dasar yaitu (1) meningkatkan kualifikasi formal guru sehingga sesuai dengan peraturan kepegawaian yang diberlakukan secara nasional maupun yayasan yang menaunginya, (2) meningkatkan kemampuan profesional para guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar, dan (3) menumbuhkembangkan motivasi para pegawai sekolah dasar dalam rangka meningkatkan kinerjanya.

Sifat Tugas Belajar

Ada tiga sifat pemberian tugas belajar kepada guru yaitu (1) diberikan secara selektif, artinya hanya mereka yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat mengikuti program tugas belajar, (2) mengikat, artinya setelah selesai mengikuti pendidikan, peserta tugas belajar harus kembali melanjutkan tugas di instansi asal, kecuali ada ketentuan lain, dan (3) waktu penyelesaian studi terbatas yaitu maksimal 30 bulan (5 semester) di dalam negeri dan maksimal 24 bulan (4 semester) di luar negeri.

Hak Peserta Tugas Belajar

Para calon yang sudah resmi dinyatakan sebagai peserta belajar tugas belajar, mempunyai hak-hak berupa uang pendaftaran, biaya untuk mengikuti tes, biaya Registrasi, pembayaran SPP, pembelian buku dan materi pembelajaran lainnya, biaya penelitian, biaya penyusunan tesis, biaya perjalanan berangkat awal kuliah dan pulang setelah lulus, dan biaya hidup.

Kewajiban Peserta Tugas Belajar

Disamping hak-hak tersebut, selama mengikuti pendidikan para peserta juga berkewajiban untuk melaksanakan belajar secara sungguh-sungguh dan berupaya agar dapat menyelesaikan program pendidikan mereka tepat waktu, menyampaikan rencana dan hasil studi kepada kepala sekolahnya masing-masing, menyampaikan laporan kemajuan secara periodik kepada kepala sekolahnya masing-masing atau pemberi tugas. Laporan ini merupakan bahan untuk pembuatan DP3, dan melanjutkan tugas di instansi asal minimal selama 2n + 1 tahun ( n adalah lama tugas belajar).

Sanksi Peserta tugas Belajar

Agar tugas belajar betul-betul diselesaikan dengan sebaik-baiknya, tampaknya perlu adanya sanksi. Adapun sanksi bagi peserta tugas belajar adalah jika tidak dapat menyelesaikan studi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, yang bersangktan harus menyelesaikan studinya dengan biaya sendiri. Apabila setelah menyelesaikan studi, yang bersangkutan meninggalkan tugas pokok semula, yang bersangkutan harus mengembalikan biaya studi yang telah digunakan.


PENINGKATAN KEMAMPUAN PROFENALISME GURU MELALUI GUGUS SEKOLAH DASAR

Pembinaan profesionalisme guru sekolah dasar dapat juga diupayakan melalui satu sistem yang disebut dengan Sistem Pembinaan Profesional (SPP) guru. SPP adalah suatu sistem pembinaan yang diberikan kepada guru dengan menekankan bantuan pelayanan profesi berdasarkan kebutuhan guru dilapangan melalui berbagai wadah profesional dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sistem pembinaan profesional, pada dasarnya menerapkan prinsip pembinaan antara teman sejawat dalam peningkatan kemampuan profesional guru yang dilakukan secara terus-menerus yang dilandasi oleh tujuan dan semangat untuk maju bersama. Sistem pembinaan profesional disekolah dasar bertujuan untuk mengingkatkan kemampuan profesioanl para guru sekolah dasar dalam rangka meningkatkan mutu proses dan hasil belajar siswa dengan mendayagunakan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh sekolah, tenaga kependidikan, dan masyarakat sekitarnya.

Pelaksanaannya telah diatur di dalam berbagai peraturan, misalnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 079/C/K/ I/93 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Melalui Pembentukan Gugus Sekolah di Sekolah Dasar. Berdasarkan surat keputusan tersebut sistem pembinaan profesional di sekolah dasar dilaksanakan melalui sistem gugus sekolah dasar.

Arti, Tujuan, dan Manfaat Gugus Sekolah Dasar

Dalam arti statis, gugus sekolah dasar merupakan sekelompok atau gabungan dari 3 – 8 sekolah dasar yang memiliki tujuan dan semangat untuk maju bersama dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan melalui persiapan sistem pembinaan profesional. Dalam arti dinamis, gugus sekolah dasar dapat didefinisikan sebagai satu pendekatan pengembangan dan pembinaan sekolah dasar yang dimulai dengan pembentukan gugus sekolah yang terdiri atas sebuah sekolah dasar inti (SD Inti) sebagai pusat pengembangan sekolah dasar sekitarnya, yang disebut dengan sekolah dasar imbas (SD Imbas). Pembentukan gugus sekolah di sekolah dasar bertujuan untuk memperlancar upaya peningkatan profesionalisme para guru sekolah dasar dan tenaga kependidikan lainnya dalam satu gugus.

Secara rinci, gugus sekolah dasar tersebut dapat difungsikan atau dimanfaatkan sebagai berikut:. Pertama, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai prasarana pembinaan kemampuan profesional tenaga kependidikan, sehingga mereka menjadi betul-betul mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pendidik. Kedua, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai wahana penyebaran informasi dan inovasi dalam bidang pendididkan bagi tenaga kependidikan, sehingga mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Ketiga, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai wahana menumbuhkembangkan semangat kerja sama dan kompetisi dikalangan anggota gugus sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Keempat, gugus sekolah dasar dapat difungsikan sebagai wadah penyemaian jiwa persatuan dan kesatuan sertam menumbuhkembangkan rasa percaya diri guru, kepala sekolah, pengawas TK/SD dan Pembina dalam menyelesaikan tugas. Kelima, gugus sekolah dasar dijadikan wadah koordinasi peningkatan partisipasi masyarakat.

Dasar Pembentukan Gugus Sekolah Dasar

Pembentukan gugus sekolah di sekolah dasar didasarkan kepada berbagai kebijakan dan peraturan pemerintah, di antarnya adalah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0478/U/1982 tentang sekolah Dasar, dan Keputusan Direktur Jederal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 079/C/K/I/1993 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Melalui Pembentukan Gugus Sekolah di Sekolah Dasar.

Komponen Gugus Sekolah Dasar

Gugus sekolah dasar sebagai satu wadah pembinaan dan pengembangan sekolah dasar seharusnya memiliki beberapa komponen yaitu: (1) inti yang dilengkapi denga tiga ruang tambahan berupa ruang perpustakaan, ruang serba guna dan SD ruang pusat kegiatan guru (PKG), (2) SD Imbas, (3) dua orang tutor, (4) lima orang guru pemandu yang terdiri dari guru pemandu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan alam, guru pemandu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, guru pemandu mata pelajaran Matematika, guru pemandu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan guru pemandu mata pelajaran PPKn, (5) kelompok Kerja Guru, (6) kelompok kerja kepala sekolah, dan (7) guru sebagai komponen utama, sebab guru merupakan subjek sistem pembinaan profesional melalui sistem gugus sekolah dasar. Gugus sekolah dasar adalah sekelompok atau gabungan dari 3-8 sekolah dasar yang memiliki tujuan dan semangat untuk maju bersama dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui persiapan sistem pembinaan profesional. Pelaksanaannya diatur sebagai berikut: (1) pada setiap gugus sekolah dipilih 1 (satu) sekolah dasar sebagai sekolah dasar inti (SD Inti) dari 3-8 sekolah atau sesuai dengan kondisi setempat, (2) pembinaan profesional guru dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip pembinaan yang objektif dan manusiawi, (3) pembinaan secara struktural dan fungsional komponen gugus sekolah dilakukan oleh Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan dan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota dan Pembina lainnya yang terkait, dan (4) kegiatan dalam Kelompok Kerja Guru dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan serta tidak mengganggu jam belajar mengejar efektif.
Pembentukan Gugus Sekolah Dasar

Apabila merujuk kepada Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar (1993), pembentukan gugus sekolah dasar dilakukan oleh Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota selaku unit administratif terdepan dalam pembinaan pendidikan di sekolah dasar. Jumlah sekolah dasar dalam satu gugus sebaiknya terdiri dari 3-8 sekolah dasar. Apabila dalam satu kecamatan terdapat lebih dari 8 sekolah sebaiknya dibentuk dua gugus atau lebih, dengan mempertimbangkan letak sekolah yang bersangkutan. Perlu diupayakan letak sekolah-sekolah dalam satu gugus berdekatan. Oleh karena itu, jika secara geografis letak antar sekolah dasar berjauhan sebaiknya dalam satu gugus cukup terdiri atas 3-4 sekolah dasar.

.

Kegiatan Gugus Sekolah Dasar

Ada banyak ragam kegiatan pengembangan dan pembinaan sekolah dasar melalui pendekatan gugus sekolah dasar. Ketua gugus sekolah dasar dapat memprogramkan Penataran mini bagi guru dalam setiap liburan catur wulan. Sebagai fasilitatornya bisa kepala SD Inti, tutor, guru pemandu, atau pengawas TK/SD setempat. Selain itu, di gugus sekolah dasar, melalui KKG dan KKKSnya dapat menyelenggarakan pertemuan-pertemuan rutin, bisa satu kali dalam satu minggu, satu kali dalam dua minggu atau satu kali dalam satu bulan. Pertemuan yang dimaksud adalah pertemuan antar guru dalam KKG dan pertemuan kepala sekolah dalam KKKS. Melalui pertemuan-pertemuan tersebut diharapkan dapat (1) menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kekeluargaan di antara sekolah dasar anggota gugus dalam mencapai tujuan, dan mengusahakan berbagai upaya peningkatan pendidikan di sekolah dasar yang menjadi tanggung jawabnya, (2) membudayakan berbagai kegiatan positif yang dapat menambah dan meningkatkan mutu profesionalisme guru yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan dan wawasan yang akan memberi dampak peningkatan mutu pendidikan dan hasil kegiatan belajar mengajar, (3) membantu memecahkan masalah dan saling meringankan beban antar sekolah dasar anggota gugus, (4) mencari informasi dan bahan dari berbagai sumber yang dapat dikembangkan bersama sebagai kreativitas dalam menciptakan inovasi pendidikan di dalam gugus sekolah dasar, (5) memelihara komunikasi secara teratur antara sesama anggota gugus guna saling menyerap kiat-kiat keberhasilan pada setiap sekolah dasar anggota gugus atau sekolah dasar gugus lain, (6) mengembangkan pola mekanisme pembinaan profesionalisme guru yang lebih efektif dan efisien, (7) memacu guru dan kepala sekolah dasar untuk terus belajar meningkatkan mutu dan tanggap terhadap tugas profesi sebagai guru, dan (8) mengembangkan hasil penataran pelatihan sesama teman sejawat dalam meningkatkan mutu profesi guru.

Realisasi Gugus Sekolah Dasar

Gugus sekolah dasar sebagai satu pendekatan pembinaan dan pengembangan sekolah dasar telah dilaksanakan. Di Indonesia telah terbentuk banyak gugus sekolah dasar. Tidak kurang dari 20.000 gugus sekolah dasar telah dibentuk. Pembentukannya oleh Kantor Dinas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan (Sekarang berubah menjadi Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kecamatan) selaku unit administratif terdepat dalam pembinaan pendidikan di Sekolah Dasar. Setelah dibentuk, semua gugus sekolah dasar tersebut diusulkan ke Kantor Departemen/Kantor Inspeksi Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten./Kota (sekarang berubah menjadi Kantor Dina Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota) untuk selanjutnya diusulkan kepada Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk diterbitkan surat keputusan pembentukannya. Pada sebagian kecil gugus yang telah dibentuk itu telah dibangunkan tiga ruang tambahan –ruang perpustakaan, ruang serba guna, dan ruang PKG– pada SD intinya. Bahkan pada gugus yang dibina Primary Education Quality Improvement Project (PEQIP) telah banyak dibangun ketiga ruang tambahan tersebut oleh Pemerintah daerahnya masing-masing.

Jumlah sekolah dalam satu gugus sangat bervariasi, namun umumnya mengacu kepada Pedoman Pengelolaan Gugus ZSekolah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Dasar atau sekarang berubah menjadi Direktorat TK dan SD (1993), berkisar dari 3–8 sekolah dasar. Di daerah-daerah tertentu yang secara geografis letak antar sekolah dasar berjauhan, maka dalam satu gugus cukup terdiri dari 3 atau 4 sekolah dasar. Bahkan khusus untuk daerah perairan, akan dicoba satu model gugus sekolah dasar perairan.

Walaupun di Indonesia telah banyak dibentuk gugus sekolah dasar, namun kegiatan belum secara keseluruhan optimal. Ada gugus sekolah yang menyelenggarakan pertemuan KKG sebanyak satu kali dalam satu minggu, juga ada yang satu kali dalam dua minggu dan satu kali dalam satu bulan. Bahkan tidak sedikit gugus sekolah dasar yang jarang mengadakan pertemuan KKG. Ada banyak faktor penyebabnya. Belum dimilikinya tutor, dan pemandu yang terlatih merupakan salah satu penyebabnya. Memang, dalam lima tahun terakhir ini telah banyak dilakukan pelatihan tutor dan guru pemandu mata pelajaran, namun jumlahnya sangat terbatas. Demikian pula dengan tidak adanya dana operasional yang tersedia, sehingga kegiatan KKG tidak berlangsung secara kontinu. Memang mulai tahun 1998/ 1999 telah dikucurkan dana subsidi operasional gugus, namun jumlah gugus yang mendapatkannya sangat terbatas. Selain itu, belum dimilikinya tiga ruang tambahan (ruang perpustakaan, ruang serba guna, dan ruang PKG) di SD Inti merupaka salah satu faktor dari sekian factor penyebabnya.


KESIMPULAN

Semua guru di sekolah dasar harus profesional. Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan, kepuasan moral kerja, keselamatan kerja guru dan peranannya yang demikian penting dalam rangka implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah di sekolah dasar. Peningkatan kemampuan profesional guru dapat diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum matang menjadi matang, yang tidak mampu mengelola sendiri menjadi mampu mengelola sendiri, yang belum memenuhi kualifikasi menjadi memenuhi kualifikasi, yang belum terakreditasi menjadi terakreditasi. Peningkatan kemampuan profesional guru dapat juga diartikan sebagai upaya membantu guru yang belum profesional menjadi profesional. Jadi, peningkatan kemampuan profesional guru itu merupakan bantuan profesional. Oleh karena sekedar bantuan, yang lebih berperan aktif dalam upaya pembinaan itu adalah guru itu sendiri. Artinya, guru itu sendiri yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk mendapatkan pembinaan. Walaupun sekedar bantuan, yang berwenang harus melaksanakan bantuan atau pembinaan tersebut secara profesional. Itulah yang disebut dengan bantuan profesional.

Tujuan akhir peningkatan kemampuan profesional guru adalah bertumbuhkembangnya profesionalisme guru. Oleh karena itu, peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar seharusnya diarahkan pada pembinaan kemampuan dan sekaligus pembinaan komitmennya. Konsisten dengan uraian di atas pembinaan pegawai di sekolah dasar dapat dikelompokkan menjadi dua macam pembinaan, Pertama, Peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar melalui supervisi pendidikan, program sertifikasi dan tugas belajar. Kedua, Pembinaan komitmen pegawai sekolah dasar melalui pembinaan kesejahteraannya.

Program peningkatan kemampuan profesional guru di sekolah dasar, sebaiknya melalui langkah-langkah yang sistematis seperti, (1) Mengidentifikasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau masalah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami pegawai, (2) menetapkan program pengembangan yang sekiranya diperlukan untuk mengatasi kekurangan, kelemahan, kesulitan, atau maslah-masalah yang seringkali dimiliki atau dialami guru, (3) merumuskan tujuan program pengembangan yang diharapkan dapat dicapai pada akhir program pengembangan, (4) menetapkan dan merancang materi dan media yang akan digunakan dalam pengembangan, (5) menetapkan dan merancang metode dan media yang akan digunakan dalam pengembangan, (6) menetapkan bentuk dan mengembangkan instrument penilaian yang akan digunakan dalam mengukur keberhasilan program pengembangan, (7) menyusun dan mengalokasikan anggaran program pengembangan, (8) melaksanakan program pengembangan dengan materi, metode dan media yang telah ditetapkan dann dirancang, (9) mengukur keberhasilan program pengembangan, (10) menetapkan program tindak lanjut pengembangan pegawai pada masa yang akan datang.

DAFTAR RUJUKAN

Alfonso, R. J., Firth, G. R., Neville, R. F.. 1981. Instructional Supervision: A Behavioral System. Boston: Allyn and Bacon, Inc
Daresh, J. C.. 1987. Supervision as a Proactive Process. New York & London: Longman
Glickman, C. D.. 1981. Developmental Supervision. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development
Gwynn, J. N.. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Wm. C. Brown Company Publisher
Harris, B dan Bessent, W.. 1989. In-Service Education: A Guide to Better Praction. Englewood Cliffs, N, J.:PrenticeHall, Inc
Sergiovanni, J., Burlingame. Martin, Coombs, Fred S., Thurston, Paul W.. 1987. Educational Governance and Administration. Englewood Cliff, New Jersey: Academic Press College Division. Selengkapnya...